Sunday, December 6, 2020

6 jam

Foto oleh Alexandro David dari Pexels

Ini cerita yang ku tulis tentang senja, dimana dalam putih kertas yang terukir pena hitam itu tertuang kagumku pada matahari tenggelam di barat rumah, merah jingga yang menyala dan perlahan menggelap tak lupa ku tulis dalam ceritaku disana. Sebagai narasi tuk kagumku pada waktu terbaik sepanjang hari, dimana matahari tenggelam tuk menutup cerita panjangku hari ini.

Tapi hey.... ini belum selesai. PR ku masih banyak. Aku masih punya cerita untuk di bahas denganmu. Lagipula ceritaku tentang senja tak bisa ku ceritakan padamu saat ini. Mungkin akan ku kirim nanti malam, 6 jam lagi. mungkin akan ku kirim dini hari, saat kokok ayam sudah mulai terdengar dimana-mana dan pengeras suara masjid sudah mulai mengumandangkan murottal. Dan saat itu..., kita sudah lincah menceritakan banyak hal. Meski saat kukatakan "kemarin" kamu masih bilang "hari ini."

Ceritaku tentang senja selalu bisa menunggu. Tak mengapa, begitu pikirku dulu.... tapi tunggu, 6 jam?

Aku terpekur memandang layar handphone,  6 jam!

Saat aku sudah mengisi perut di tengah hari dan hendak berkisah tentang demo hari ini, di ujung sana mungkin kamu masih belum membuka mata dan tak tahu apakah diluar akan cerah atau tidak.

Saat aku sudah begitu lelah dengan hari panjang yang ku lalui, kamu mungkin baru menyentuh makan siangmu dan baru hendak mengabariku tentang menumu hari ini.

Hhhm, tak masalah senjaku menunggu selama itu. Biar ku simpan rapi ceritaku di balik bantal. Ku biarkan senjaku selalu ada di dekatku dan berada persis di bawah kepalaku. Ku raih kapanpun saat kau memintanya untuk ku ceritakan.

No comments:

Post a Comment