Aku
tersenyum mengenangmu, ketika untuk pertama kalinya aku mendengar kau berbicara
perihal cinta, memang bukan kamu yang memulai pembicaraan itu, tapi setidaknya
aku berhasil melihat wajah malu yang sesekali coba kau sembunyikan di balik
bantal. Bagiku, itu adalah moment yang memiliki kesan tersendiri untukku,
setidaknya itu dari sudut pandangku.
Mendengar
kau bercerita tentang pasangan seperti apa yang “masuk” dalam kriteriamu
membuatku lebih memasang telinga dan memerhatikan lebih seksama, bahkan aku
berusaha menerjemahkan setiap kata yang keluar dari mulutmu, seolah dengan cara
seperti itulah aku bisa menangkap maksud dari setiap kata-katamu.
katamu sambil tersenyum, kau mencari pasangan yang bisa mengerti dirimu, menerima keluargamu dan terlebih bisa mencintai mereka seperti yang kamu lakukan. Katamu lagi, menikah itu bukan hanya sekedar menyatukan antara kamu dan si calon pendampingmu kelak, melainkan dua keluarga besar. Itu sebabnya kamu mencari sosok yang bisa mencintaimu dan juga keluargamu.
Entah
mengapa, kata-katamu seolah terekam jelas di kepalaku. Bahkan aku mengingat
setiap ekspresimu tiap kali kau menyebutkan tentang kriteria itu. Aku tahu, di
balik senyum malu-malu itu kau bersungguh-sungguh mengatakannya. Entah untuk siapa
kriteria itu akan kau jatuhkan, mungkin pada salah satu kenalan yang kini
tengah dekat denganmu atau orang lain yang kini masih sibuk dengan dunianya,
yang belum sekalipun bertemu denganmu, namun telah Tuhan siapkan untukmu. Aku
tak tahu. Yang pasti, siapapun calon pasanganmu, dialah yang terbaik untukmu,
dialah yang akan mencintai keluargamu, dialah yang akan membantumu mewujudkan
harapanmu, dan dialah orang yang paling beruntung karena berhasil memenangkan
hatimu.
“dia
bisa buat saya nyaman terlebih dahulu, ketika dia udah bisa buat saya nyaman maka
akan masuk tahap dimana saya akan memperkenalkan dia ke keluarga saya, dan
setelahnya bisa nggak dia buat keluarga saya nyaman sama dia (calon pasangan)”
Hei,
entah mengapa aku tak yakin akan menemukan seseorang sepertimu setelah ini,
sosok yang begitu mencintai keluarga sampai membuatmu mengutamakan mereka
diatas kepentinganmu sendiri. Kau orang pertama yang ku kenal yang begitu
mencintai keluarga dengan teramat sangat. Hal yang ternyata membuatku (Tanpa sadar)
menaruh hati pada sosokmu. Entahlah!
Ini
sekedar kisahku tentangmu, yang (dulu) ku harap akan menjadi pemeran utama
dalam kisah hidupku di masa depan dan membantuku menata hari ke hari dengan
cerita berbeda yang menghadirkan makna luar biasa.Tapi, siapa sangka harapanku
benar-benar tinggal harapan. Tinggal kenangan. Kau memutuskan Kembali. Ya,
setidaknya itu kenyataannya.
Kau
tahu? Ikhlas belum bisa sepenuhnya ku utarakan untuk saat ini, namun hanya
mengingatmu membuatku perlahan menyadari bahwa ada hari dimana ikhlas itu akan
menemuiku. Dan jika saat itu tiba, kaulah alasan atas ikhlas itu. Ya, kaulah
alasan itu. Alasan ikhlasku. Juga alasan yang membuatku mencintaimu tanpa
alasan apapun. Sesuatu yang ku harap itu tanpa titik.
No comments:
Post a Comment