Saturday, January 30, 2016

Di tinggalkan atau meninggalkan



Detik berlalu meninggalkan sang waktu yang terus beranjak tanpa berusaha tuk kembali, menyisakan sejuta jejak. Sesuatu yang selalu berawal manis namun berakhir dengan sebuah kepahitan takdir. Ya, takdir.
Sebuah pengeras suara dari musholla terdengar di pagi buta, ketika sang suara mengabarkan sebuah berita duka, tentang seorang manusia yang telah menyelesaikan masa baktinya yang telah di tetapkan sang khalik ketika usianya masih 4 bulan berada di dalam kandungan.
Saya terhanyut tentang sebuah kabar, meski logika terus menjelajah mencari jawaban atas segala tanya. Meninggal? Apakah ini akhir dari sebuah kehidupan? Lantas, apakah mereka yang meninggal mampu menyaksikan jasad yang tengah di tangisi?? Apakah meninggal sama dengan dilupakan?
Tanya berkecambuk!
Tiba-tiba fikiran saya melayang ke suatu hal yang benar-benar membangunkan saya dari berbagai tanya, tentang hidup dan kematian. Ya, kematian yang selalu datang tanpa permisi kapan dan dimanapun.
Saya teringat akan suatu hal yang telah terlewat yang tak akan pernah kembali, seperti halnya masa dimana saya duduk di bangku sekolah, masa dimana saya bercengkrama dengan teman-teman dan terlebih masa dimana saya harus tersadar bahwa masa itu takkan pernah kembali. Hidup hanya sekali, masa itu pun terjadi hanya sekali, takkan kembali bahkan meskipun saya menangisinya sepanjang malam menjelang tidur.
saya teringat akan peristiwa beberapa tahun lalu, ketika tanpa sengaja saya menyaksikan sebuah kematian seorang karena kecelakaan. Pada  saat itu lamunan membawa saya kepada : bagaimana keluarganya menunggu ia pulang, bagaimana hancur hati keluarga ketika tahu bahwa orang yang mereka nantikan pulang tinggal nama, dan bagaimana nasib keluarga bapak itu setelah kematiannya.
Sadar, kelak sayapun akan merasakan hal itu, ketika saya harus tegar dan terutama ikhlas dalam menyikapi sebuah kematian seseorang yang teramat saya kasihi, seorang yang selalu ada di awal maupun akhir setiap hari yang saya lalui. Seseorang yang akan pergi dengan proses kematian yang cepat atau bahkan lambat. Hidup memang seperti ini, ditinggalkan atau meninggalkan.
Karena sebuah kepastian pasti akan datang, walau bukan pada hari ini tapi itu bukan berati kepastian itu takkan menghampirimu, saya, kalian, kita, mereka dan semua.
Seperti inilah hidup, ditinggalkan atau meninggalkan.
Jika tidak ditinggalkan, itu berarti kita yang akan meninggalkan. Selalu, dan akan selalu seperti itu.

Ketika keimanan diukur melalui jidat



Gue adalah anak polos yang gak mau dibilang sebagai anak yang bodoh, meskipun memang kelihatannya sedikit pintar dan banyak tidak tahunya, seperti itulah bahasa lembutnya kalau gak mau dibilang o2n. ada banyak hal oon yang pernah gue lakuin dan itu benar-benar buat gue ngerasa, gilaaaaa sebego itukah gue?
Dulu banget, gue sempat nonton acara yang menurut gue itu menghibur banget dan ringanlah untuk otak gue yang di set cukup sederahana ini, dalam adegan itu seorang diantara pemeran ingin tampil sebagai seorang yang sholeh dan taat agama. Itu sebab, sebelum berangkat sholat berjamaah di mushola ia mewarnai jidatnya dengan pensil alis supaya ada kesan-kesan hitam gitu di jidatnya, karena menurutnya seorang yang sering sholat itu adalah ia yang jidatnya ada bekas-bekas kehitaman yang menandakan bahwa ia sering bersujud di atas sajadah. Aduh, bego bangetkan yah. Dan lebih begonia gue juga berpatokan seperti itu… keyakinan yang ditanamkan di acara hiburan itu terus terbawa hingga gue duduk di bangku sekolah menengah kejuruan dan baru berakhir ketika seorang guru member sebuah pengertian bahwa keimanan seorang itu tidak bias dilihat dari jidatnya, bias saja mereka rajin sholat tapi kalo perilakunya menyimpang bagaimana?? Misalnya ketika gue lagi nonton acara siding kasus korupsi di tv, gak jarang para tersangka yang tengah khilaf itu berjidat agak kehitam-hitaman dan biasanya akan terlihat lebih kalem dari biasanya dengan memakai kopyah, yang seolah-olah ingin meberitahu bahwa ia adalah orang baik yang tak bersalah, mungk ini ngin menunjukkan bahwa ia hanya dilanda khilaf, tapi khilafnya terlalu lama dan sudah terasa nyaman hingga akhirnya kenyataan membawa mereka di kursi panas sebagai tersangka.
Menilai itu memang harusnya gak boleh dari luarnya aja, misalnya gue, Gue pernah kagum sama salah satu diantara mereka yang bekerja untuk Negara, orang yang menurut gue baik itu menjadi panutan karena sikapnya. Pokoknya gue kagumlah sama beliau, setiap kali ada acara dan narasumber itu dirinya, pasti gue akan pantengin layar tv, itu karena gue terlalu melihatnya dari sisi bahwa ia adalah seorang yang gak neko-nekolah. Hingga suatu ketika ada berita di tv yang menyatakan bahwa beliau ini terseret dalam kasus korupsi dana bla…bla…bla gue menjadi cukup syok dan gak percaya gitu, tapi ternyata memang begitu adanya bahkan hingga saat ini pun kasusnya masih terus berlangsung meski media sepertinya sudah hamper melepas berita ini dan membawa kita terhanyut oleh kasus konyol yang lagi-lagi dilakukan oleh aparatur Negara.
Kadang gue suka bertanya dalam hati, kadang gue bertanya sama rumput-rumput yang tengah   disantap oleh kambing tetangga dan bertanya pada langit yang selalu berbaik hati menurunkan hujan “bagaimanakah cara membedakan seorang yang baik dengan yang takbaik?” namun, jawaban tak kunjung gue dapatkan. Malahan gue semakin saja menjadi seorang yang terus meraba-raba, jika seorang yang gue anggap baik karena sering sholat dan jidatnya menghitam saja ternyata begitu, lantas bagaimana dapat menilai seorang? Apakah gue harus beralih membandingkannya dengan mereka yang wajahnya bercahaya, karena menurut buku yang gue baca seorang yang sering berwudhu itu wajahnya akan terlihat bercahaya apalagi ketika ia selesai wudhu. Yaampun, gue kok yak terlalu bodoh atau apa gitu yak? Uang banyak coy, bias perawatan wajah keleus supaya wajah cerah.
Shit…shit…shit… tau gak, beberapa kali gue membeli sebuah novel fiksi yang menggambarkan tentang kehidupan para penegak hokum dan aparatur Negara, dari buku-buku yang gue punya menceritakan tentang kehidupan seorang aparatur Negara yang dipenuhi dengan intrik-intrik yang menyangkut tentang kekusaan. Dan gue, gue cukup kaget aja sama semua pemaparan sang penulis itu, meskipun cerita yang gue baca itu fiksi tapi itu gak menutup kemungkinan terjadi juga di sekitar kita. Bagaimana dibalik sebuah aksi besar ternyata dibelakangnya ada seorang besar juga yang bermain hingga segala sesuatu yang mereka rencanakan itu berjalan sepert iapa yang sudah mereka harapkan tanpa terendus, yah  sejenis mafia gitu. Dan biasanya, para pelakunya adalah mereka yang memiliki citra baik di mata public, orangnya bersimpati, empati, religious, rendah hati, suka menolong, rajin menabung, gak pernah tawuran, anak rumahan yang suka makan gorengan *ih apaan sih gue* eh, tapi percaya atau enggak, gue beranggapan bahwa apa yang penulis itu tulis itu benar adanya, kenapa? Karena sebaik-baiknya manusia, sejujur apapun dia jika sudah menyangkut masalah uang pasti akan meleleh coyyyyyy. Meskipun begitu, mama gue sering beranggapan bahwa gue ini terlalu berlebihan, mungkin karena mama gue sering ngeliat gue ngomel-ngomel kalo nonton berita yang menyangkut masalah korupsi dan tentang hukum yang tumpul keatas dan tajam kebawah. Ingat, gue pernah nangis Bombay gara-gara nonton Mata Najwa yang mengangkat tema barisan anti korupsi. Aduh, entah apa yang membuat gue menangis, tapi yang jelas gue ngerasa kasihan sama Negara gue tercinta. Bisa-bisanya Negara  ini dipenuhi orang-orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Sebenernya, di kepemimpinan kali ini, gue berharap banget sama para pemimpin-pemimpin gak hanya presiden yang menduduki kursi eksekutif yang terlalu jauh untuk dapat mendengarkan suara gue, tapi juga untuk para aparatur desa, kami sebagai warga mau keleus liat kalian kerja. Mau tau juga dana desa yang diberikan itu digunakan untuk apa saja #eh, dan gue juga penasaran apa sih yang dilakukan para pekerja desa? Mengapa setiap kali ada kesempatan berkunjung, kantor desa Nampak lengang? Sebal!!!!Sekalinya bias kadang suka berputar-putar.

Hahahahaa, jujur gue gak bias ngebayangin bagaimana jika orang-orang memiliki anggapan yang sama kayak gue, semisal jidat menghitam itu adalah tanda ketaatan seseorang dalam melaksanakan ibadah 5 waktu pasti para calon-calon anggota bla bla bla akan berlomba-lomba menghitamkan jidatnya dengan menggesek-gesekkannya di sajadah ketika sholat *peace* agar dikira ahli ibadah dan pasti akan mampu berlaku jujur, dan amanah. Please, jangan terlalu berpikir kayak gue, gue adalah anak bodoh yang gak tau apa-apa, yang setiap menjelang tidur masih menghisap ibu jari hingga pulas, masih suka main sepeda roda tiga tiap sore, dan yang suka menceramahi teman yang ngajak nyolong mangga di pohon tetangga bahwa itu adalah perbuatan dosa tapi tetap ambil barisan paling depan buat masalah menyantap. Nah, itu kan merupakan bukti bahwa orang baik aja bias kan berperilaku menyimpang, gue aja yang baik masih suka makan rujak mangga hasil curian di pohon tetangga dan selalu kepingin nambah amboiiiiiii….
Gaesssssssss, sekarang ini semuanya serba abu-abu, kayak…. Kayak apa yak?? Maksudnya, Kebaikan dan keburukan itu sekarang mudah sekali menjelma, kayak si jidat hitam itu, tak mudah untuk mengira ia jahat karena dipermukaan ia selalu tampil apa adanya namun dibelakang? Entahlah. Seperti berjudi. Teman baik belum tentu baik, anak yang penurut belum tentu patuh, hitam tak selalu tak ada putih panuan misalnya dan sebagainya.
Andai kebaikan itu bisa dinilai dari luar saja, tentu akan banyak orang yang berlomba-lomba menghitamkan jidat agar terlihat lebih hitam…hitam…hitam…menghitaammmm.
tapi semoga aja nggak akan ada orang yang kayak gitu yah, karena keimanan itu bukan untuk dipamerkan didepan manusia atas dasar tujuan untuk mendapat citra yang baik, percuma juga baik dihadapan manusia tapi di mata Allah gak ada artinya. emang kelak kalau sudah waktunya manusia akan menolong? enggak, amal kebaikan nanti yang akan menolong, semua hal yang lo lakuin di dunia ini kelak akan di mintai pertanggung jawaban. karena boi, dunia ini adalah shelter tempat dimana kita menunggu kendaraan kita datang untuk menjemput kita menuju tempat yang sesungguhnya, dimana segala sesuatunya tampak jelas tanpa tendeng aling-aling.  maaf yak kalau bahasa gue terkesan menggurui, tapi berdasarkan buku yang gue baca yak begituuuuuuuuuu... makanya manusia itu harusnya yak biasa saja, jangan terlalu berlebihan heheheh

Saturday, January 16, 2016

sajak tentang "Aku"

Akulah kepongahan itu,
Yang berjalan diatas duri seraya terus tertawa..
Akulah kepongahan itu,
Yang berjalan diatas bara api seraya terus bernyanyi..
Akulah kepongahan itu,
Yang tak pernah mau mendengar ketika kau berteriak lantang ditelingaku..

Bagiku, akulah srikandi jiwa yang telah terabaikan..
Akulah penerjang serangan masa silam yang kalah dengan realitas..

Akulah kepongahan itu..
Yang memiliki dimensi berbeda..
Dimana diamku adalah kata..
Tawaku adalah luka..
Tangisku adalah ketika aku berbicara..

Dan kau tahu??
Aku tak seperti yang kau kira..
Aku menghargaimu, diluar kemampuanmu mengetahui perihal itu..
Aku harap kau mengerti itu..
Tentang bagaimana aku yang tak akan pernah sama dengan mereka..

Inilah sajakku untukmu,
Ku harap ini bisa membantumu mengetahui, tentang aku..

Sunday, January 3, 2016

ngobrol santai awal tahun, mulai dari gaya rambut sampai tausiyah.


Ini adalah hari ke 3 di tahun 2016, sebelum gue menulis postingan ini, terlebih dahulu gue telah memposting sebuah puisi absurd yang entah gue tulis untuk siapa *masih gak mau ngaku* dan dengan tujuan apa. Entahlah, biarlah ini menjadi misteri antara gue dan si abang penjual kue pancong #heh??
Di malam tahun baru yang sudah lewat beberapa hari yang lalu itu gue sukses latihan mati, kenapa gue bilang kayak gitu? Yak itu karena, dimalam pergantian tahun itu gue sama sekali gak terbangun dari tidur, padahal suara kembang api datang dari berbagai penjuru. Yang gue inget adalah, ketika suara riuh rendah terdengar dari luar rumah, gue hanya membuka mata sejanak dan tidur lagi tanpa memedulikannya, cuek banget yak gue? Apa jangan-jangan gue gak punya perasaan? *ngomongsendiri* atau… atau gue sudah tidak waras? Entahlah, biar gue dan tuhan yang tahu tentang itu… yah, seperti itulah gue. Mungkin orang akan berpikir gue aneh, dan mungkin itu benar…atau mungkin, ketika malam pergantian tahun baru kemarin obat gue tengah habis, alhasil sakit gue kumat. Entahlah, biarlah menjadi rahasi ailahi.
Kemarin, tepatnya tanggal 2 januari gue memutuskan untuk keluar rumah setelah beberapa hari hanya diam didepan laptop yang kalo aja dia bisa ngomong mungkin akan mengatakan “pergi lo sana! Muak gue liat lo tiap hari!! Enyahlah..enyahlah..!!” dengan tanpa berperi kemanusiaannya.
Dengan tahu diri akhirnya gue keluar untuk beli shampoo di warung terdekat dan setelah itu main kerumah temen gue yang rumahnya jauh banget, saking jauhnya gue harus melewati 4 rumah dulu sebelum menginjakkan kaki didepanrumahnya, yang kalo dihitung-hitung paling Cuma 5 langkah dari warung tempat gue beli shampoo tadi. Njirrrr, garing banget ceritague *tahu diri*
Disana, gue nanya-nanya tentang malam tahun baru mereka kemana aja? Kegiatan apa aja yang mereka lakukan? Dan lantas menanyakan kenapa pengajian malam jum’at yang biasanya mulai jam setengah 9 malam dimajuin jam 7 malam? Gue mulai bertanya dengan semangat  45, dengan memutar-mutarkan rambut gue yang seuprit ini, berjoget-joget kayak spongebob dan lantas khayang ria disana. Namun yang terjadi adalah, gue gak mendapatkan jawaban yang memuaskan, mereka malah meledek gue, mereka bilang kalo rambut gue ini kepanjangan, rambut gue mengganggu dan yang menyakitkan mereka nanya dimana gue memotong rambut?? What?? Dimana??? Dengan nada ngocol gue jawab aja “dijagal!!” emang mereka kira rambut gue ini sapi di POTONG. Harusnya nanyanya tuh “nani gunting rambut dimana?” kan enak gue jawabnya… sebenarnya gue itu mau gaya rambutnya itu kayak gini..

Tapi yang terjadi adalah, rambut gue malah dijadikan malpraktek sama seseorang yang telah gue taruh harapan itu. Ei, tapi kalodiperhatikan rambut gue sama mbak prita laura ini mirip kok, emang dasar aja muka guenya yang jelek, jadi mau diapain juga rambutnya gak berpengaruh kemuka L

Oke, berhubung gue tengah membahas masalah rambut. Jadi ijinkanlah gue untuk sedikit berkisah tentang rambut baru gue ini, rambut yang gue banggakan karena mirip sama mbak prita laura meskipun gak berdampak ke muka.
Gue punya gaya rambut ini sumpah belum lama! mungkin belum genap 2 bulan. Dan gue memutuskan untuk memiliki gaya rambut mirip mbak prita laura ini karena, 1) Gue gak mau ribet nyisir dan mengikat rambut. 2) gue kepingin terbebas dari gerah dan yang terpenting ada sesuatu yang bisa gue jambak ketika gue bingung. 3) biar mirip mbak prita laura. Dan ternyata point 1 sampai 2 itu Alhamdulillah benar, sementara di point ke 3 ini gue salah persepsi, ternyata gaya rambut sama dengan sosok idola bukan berarti lo juga pantes dengan gaya rambut yang sama. Hal pentingnya adalah itu belum tentu mendukung muka lo agar masuk ke gaya rambut baru. Kini, dibulan yang entah sudah genap ke 2 bulan atau belum ini ada buanyak sekali tanggapan yang gue dengar dari orang-orang yang berbeda, ada yang gak percaya, ada yang menyesalkan lantaran rambut gue yang dulu itu panjang, ada yang mengira rambut gue itu di gadai, ada juga yang bilang kalo gue frustasi lantaran diputusin cowok *duh seberharga itukah cowok hingga gue frustasi?* *ngomong sendiri* namun dari semua itu gak ada yang lebih gue sesali selain, bagaimana anak guru gue ngumpet dan lantas menangis tiap kali ngeliat gue? Sekarang yang jadi pertanyaan gueadalah : seserem itukah muka gue dengan rambut ala-ala mbak prita laura?? *tarik nafas panjang*
Oiya, ada hal lucu di hari ke 2 gue bergaya rambut seperti mbak prita laura ini. Di hari kedua dengan gaya rambut baru ini, gue dateng ke sekolah buat nemuin sensei, disana gue dapat tanggapan yang bener-bener beragam dari guru-guru dan yang paling gue inget adalah pernyataan miss rosa yang bilang kalo perubahan gue drastic banget, dengan entengnya guejawab “iyalah miss, kan biar kayak jurnalis”. Miss oca malah ngeliat gue bingung gitu sambil ngangkat alis “emang kalo mau jadi jurnalis harus berubah drastic kayak gini yak?” hahahahahaa. Nia, lita, adit juga ngerasa aneh sama gaya rambut gue,. niat kayak prita laura eh temen-temen bilangnya gue kayak yuni shara *dalam hati ketawa ngakak* biarlah, setiap orang kan bebas untuk mengutarakan pendapat mereka tentang gue, dan gue juga gak berhak untuk melarang… siapa bermain api, dia harus siap terbakar?????? Apa??????????? gaya rambut gue kayak api??? Gak maksud gue, gue yang mulai maka harus gue juga yang mengakhiri segala kegaduhan ini *ngomong sendiri*
Sekarang, gue sudah bekerja. Dan kalian tahu, gaya rambut gue ini ternyata gak hanya jadi masalah dirumah, ditempat kerja jugak. Gue inget banget waktu pertama kali cici gue liat rambut gue pas interview beberapa minggu lalu “idih, itu rambut lo diapain?” gue hanya cengengesan melihat cici gue yang memperlihatkan wajah gak percaya itu. Lantas di hari setelah itu gue dateng ke rumahnya buat meminjam sesuatu “eh, rambut lo kenapa di gunting gini?” lagi-lagi gue jawab dengan entengya “biar kayak prita laura” tanggapan cici gue berikutnya ternyata cukup menohok “prita laura itucantik, mau diapain juga cantik, nah elo?”
“oh jadi menurut cici nani gak cantik?” gue pun diam. Padahal dalam hati sadar diri kalo muka gue emang di set cukup sederhana hihihi.
Yang menyadari rambut gue seperti ini adalah sang rekruitmen, dia menanyakan rambut gue ini kenapa bisa seperti ini? Kemana hijab gue dan apa alasan gue membuka hijab. Dan semua ini akhirnya dikupas tuntas di ruang trainer setelah ternyata gue masuk ketahap itu.Ternyata menjelaskan keteman sama menjelaskan ke trainer itu memiliki sensasi yang berbeda, apalagi gue gak kenal sama trainer yang saat itu nanya-nanya. Dari ruang trainer itu pula lah gender gue mulai dipertanyakan dan gue mulai kebingungan.. kalo ditanya masalah pacar, “eh nani, lo pernah suka sama cowok? Eh cowok apa cewek nih?” idih, pertanyaannya gak berkualitas banget. Tanya lah yang spesifik, banci jenis apa yang menarik perhatian lo? Kalo gitu kan enak gue jawabnya.
masih tentang rambut, gara-gara gue yang semakin kelihatan kayak wanita setengah jadi ini, akhirnya membuat gue bertanya sama sosok absurd yang bernama bagas. gue tanya sama dia, menurut dia bagaimana pendapatnya tentang gaya rambut gue? sebagai anak gila diapun menjawab "bagus, kayak presenter olahraga di tipi apa gitu?" yaampun gue seneng banget dibilang mirip presenter olahraga "seriusan gas?" dia pun jawab sambil nginget-nginget nama presenternya "iya, tapi gaya rambutnya doang, muka mah enggak" akhirnya dari percakapan itu gue mendapat sebuah jawaban bahwa bagas malah iri sama gaya rambut gue dan kepingin punya gaya rambut kayak gue, disinilah gue merasa bangga. percakapan kamipun menjalar hingga masuk ke sesi bagaimanakah sosok gue dimatanya, katanya lagi, sebagai cewek gue itu gak bersikap kayak cewek, gak ada feminin-femininnya malah terkesan urakan... what urakan??? bukannya gue begini lantaran gue sering main sama dia yak? hahahaha
kembali ke awal.
ada hal yang perlu disyukuri dari yang namanya masa lalu, dan gue bersyukur banget beberapa jam sebelum tahun baru, gue mendapat tausiyah dari seorang ustad tentang bagaimana menyikapi tahun baru dan  juga bagaimana cara membuat resolusi itu tidak hanya sekedar resolusi, tapi menjalaninya dengan sepenuh hati. dan, ternyata semuanya ini berkaitan dengan the secret yang pernah dikasih tahu sensei. gue takjub banget... sumpah gue takjub sama kebesaran Allah yang sudah menyusun segala kemungkinan itu sedemikian rupa. sumpah!!! gue jamin siapapun yang mendengar tausiyah itu pasti bakal ngena banget ke hati, dan mungkin lo bakal kayak gue... sekarang di setiap aktivitas apapun, gue merasa lebih positif karena tausiyah itu... walau moment peergantian tahun terlewat, tapi itu gak mengurangi suka cita gue lantaran mendapat motivasi yang sangat bermanfaat... *sok banget sih nani*
di hari ini tanggal 3 januari, gue juga mendapat sebuah kesempatan untuk memperbaiki sikap. sulit lho, tapi pas inget sama tausiyah itu gue ngerasa bahwa "semakin lo berusaha mendekat dengan pencipta, maka pencipta akan semakin sayang sama lo" *dan lagi-lagi gue sok bijak*
sekarang gue akan lebih bijak menyikapi gaya rambut gue yang kelihatan kayak orang sakit ini hahahahaa, biarlah di ejek, biarlah mereka bilang bahwa gue ini setengah jadi, biaralah mereka bilang gue urakan... this is my life style...
setiap orang memiliki gayanya sendiri, memiliki sosok yang dilihat dan dijdikan panutan.. dan gue sadar inilah hasil dari teori WHAT YOU SEE IT'S WHAT YOU GET.