Sunday, November 26, 2017

Dia

dari google


Kata mama, ia mendengarnya menangis kemarin, di kamar mandi, seorang diri. Aku bergeming mendengar pernyataan itu. Lantas kepalaku di penuhi bayangan tentang sosoknya yang hadir mengisi ingatanku, tentang bagaimana nafasnya yang sedikit berat, tubuhnya yang mudah lelah, pakaiannya yang lusuh, juga hidupnya yang jauh dari sanak saudara. Dia memang bukan sebatang kara, ia tinggal di rumah sederhana peninggalan suaminya di temani anak laki-laki mereka yang menginjak usia 23 tahun. Anak laki-laki yang kini harus menjadi tulang punggung keluarga, yang karenanya ia rela untuk bekerja serabutan demi mendapatkan uang untuk di bawa pulang. Terlebih agar keduanya bisa makan dan bertahan hidup meskipun dengan himpitan ekonomi yang sesekali mencekik mereka. Aku bukannya tak tahu tentang seberapa sulit keadaan mereka, ketika terkadang untuk sekedar makanpun ia harus bekerja bantu-bantu di rumah para tetangga, hal yang seringkali membuat hatiku seolah tercabik melihatnya. Ya, hanya itu memang yang bisa ku lakukan! Selebihnya, aku hanya berharap bahwa suatu hari nanti aku tak hanya sekedar menaruh prihatin.

Sebenarnya, anak laki-laki itu bukan anak satu-satunya, karena selain anak laki-laki itu ia memiliki seorang anak perempuan yang sudah berkeluarga, cucu serta cicit. Bahkan, berdasarkan pengetahuanku ia juga memiliki dua adik laki-laki yang sesekali mengunjunginya, walaupun intensitasnya tak terlalu sering. Bahkan untuk ini aku bersaksi bahwa setahun hanya 2 kali mereka mengunjungi kakak perempuan satu-satunya itu, idul fitri dan idul adha. Aku bahkan berfikiran bahwa ia tak bisa mengandalkan mereka, terlebih karena mereka sudah memiliki kehidupan serta tanggung jawab sendiri.

Lantas apakah ia bisa mengandalkan anak, cucu, atau adiknya tersebut? menurutku tidak, ia tidak bisa berharap banyak pada mereka, terlebih pada anak perempuan satu-satunya tersebut. Bagaimana dia bisa mengandalakan anak perempuannya, sementara ia juga memiliki kesulitan yang tak kalah dengan ibunya. Mulai dari anak-anaknya yang masih perlu banyak biaya untuk sekolah, di tambah dengan kondisi suaminya yang sudah tidak bisa mencari nafkah lantaran sakit yang beberapa tahun terakhir di deritanya. Jangankan untuk meminta uang pada anak perempuannya tersebut, sekedar untuk mengeluhpun kadang ia sungkan, takut kalau keluhannya bisa menambah beban fikiran bagi sang anak. alhasil, dia lebih memilih untuk tak memusingkan penderitaannya sendiri. Bahkan yang sering kali aku lihat, ketika anak serta cucu-cucunya datang ia selalu berupaya memberi yang terbaik untuk mereka, meski itu berarti ia harus meminjam kesana-kemari. Baginya, tak ada kebahagiaan di dunia ini selain bisa berkumpul dengan anak serta cucu-cucunya, walau tak jarang anaknya datang berkunjung untuk sekedar mengadu kesulitan yang tengah di hadapinya. Tentang bagaimana ia yang seharusnya hanya bertugas sebagai ibu rumah tangga harus membalikkan kendali dalam keluarga agar tetap dapat hidup di tengah kesulitan yang semakin menjempit.

Jujur, aku tak ingat kapan terakhir melihat anak perempuannya berkunjung, karena setahuku dalam 1 tahun tak sampai 5 kali mereka datang menjenguk. Aku mengerti apa penyebab utamanya, ekonomi. Himpitan ekonomi membuat mereka saling meredam rindu untuk bersua. Himpitan ekonomi juga yang membuat mereka pada akhirnya hidup dalam kesulitan demi kesulitan sekedar untuk menemui makan sehari-hari.

Aku tak mengerti kenapa bahasan ini menjadi begitu sulit, terlebih jika mengingat bagaimana ia yang kini sudah mulai sakit-sakitan. Bayanganku kembali pada masa yang lalu, saat suaminya masih ada. dulu, dialah wanita yang menjaga serta merawat suaminya yang seringkali sakit. Setiap kali sakit itu datang ia yang akan merawatnya hingga pulih kembali, menjaganya, memberikan ramuan herbal kepadanya, serta membawanya ke rumah sakit dengan uang hasil kerja suaminya atau kadang meminta dari saudara-saudara suaminya. Sampai akhir hayat suaminya, ialah yang merawatnya, ialah orang yang paling bersedih atas kehilangan itu, yang bersama kepergian itu pula hilanglah pegangannya selama ini tentang laki-laki penopang kehidupan keluarga yang pergi seiring berjalannya usia.

Kini, dia sendiri. Tak sendiri memang, karena ia masih punya anak laki-laki yang tinggal seatap dengannya. Tapi, dalam urusan berkeluh kesah, ia tak punya pendengar yang dengannya juga hadir solusi untuk menghadapi semua kesulitan yang tengah di hadapi. Setidaknya itu yang seringkali membuatku berpikir tentangnya terlebih jika ingatan itu datang lagi, nafasnya yang sedikit berat, tubuhnya yang mudah lelah, jantungnya yang seringkali berdebar begitu cepat, untuk yang terakhir dia sendiri yang mengatakannya padaku beberapa waktu lalu ketika ia datang untuk meminta sesuatu seraya menangis. Pernah aku berpikir; kalau dia sakit nanti, siapa yang akan menjaganya? Siapa yang akan merawatnya? Apakah ia punya uang untuk di bawa ke rumah sakit? Atau, akankah ada yang bersedia membantunya jika ia sampai di rawat di rumah sakit? Lalu fantasiku yang berlebihan membawaku pada pertanyaan, kalau kelak dia meninggal siapa yang akan mengetahuinya lebih dulu? Apakah ia akan meninggal sendirian di dalam kamarnya yang pengap itu dan di temukan beberapa jam setelahnya? Apakah...Apakah...Apakah...Apakah...Bagaimanakah...Seperti apakah?????? Aku tak tahu!!! Aku benci fikiran seperti itu, tapi aku juga tidak bisa mengenyahkan fikiran semacam itu ketika setiap kemungkinan bisa saja terjadi pada dia.

Aku percaya, di luar sana masih banyak yang sepenanggungan dengannya atau mungkin lebih parah dari situasi yang dihadapinya setiap hari. Tapi, bisakah kita melihat itu dengan biasa saja sementara mereka yang mengalaminya harus berjuang hidup setiap harinya? catatan ini untuk dia, sosok wanita tua yang kata mama menangis sendiri di dalam kamar mandi karena tak bisa lagi menahan setiap beban yang terus di emban seorang diri.

Sunday, November 12, 2017

Kamu hamil?



bayangan punya bentuk tubuh ideal selalu terpampang di kepala gue yang kecil, dan tiap kali bayangan itu muncul gue bisa menangkap sosok itu dengan sangat sempurna, yup Ralin Shah. stop!!! jangan ketawa!!!!! *nulis sambil pasang muka serem ala-ala film susana jaman baheula* jangan meledek gue! atau tepatnya, jangan hentikan khayalan gue! ini mungkin terjadi gara-gara gue sering lihat mukanya Ralin Shah di kereta *karena ada poster di sana maksudnya*, jadinya obsesi itu datang juga ke kepala dan.... tadaaaaaaaaaaaaaaaa!!!! bayangan Ralin Shah menjelma menjadi Nani Arpan sempurna dengan tubuh ideal tapi muka sangat miris! *fuckk* gak bisa di pungkiri bahwa bentuk tubuh gue ini sangat jauh dari kata sempurna *100% bener?* badan gue kecil kurus hal yang mengindikasikan bahwa gue ini mungkin menderita gizi buruk *asumsi yang cukup menyedihkan* atau mungkin cacingan *nulis sambil nutup muka*  alhasil bayangan tentang punya badan super ideal kayak Ralin Shah bisa jadi pengobat hati yang menyenangkan, meskipun kalau di kolaborasikan dengan wajah gue jadinya teteup, mentok paraaaaaaaahhhhhhhhh. aku nih apa sih, nggak realistis!!!!! mana bisa muka gini bisa jadi kayak Ralin Shah, yang kemungkinannya nggak banget hahahahahah. oke! lupakan dulu bayangan itu! kita enyahkan seketika, nanti kalau udah saatnya kita lanjutkan kembali dengan khusyu. sekarang kita bahas tentang adek bungsu gue yang mukanya makin item gegara main mulu. mukanya dekil pake banget. pokoknya gitulah.
btw, gue belum pernah cerita ya kalau gue ini punya adek? kayaknya sih belum *males buka-buka postingan lama* jadi gini gaes, kebetulan ya gue ini punya 2 adek yang kebetulan dua-duanya itu cewek. adek gue yang pertama itu cabe-cabean nah yang kedua ini boncabe. nah disini yang bakal gue bahas ini bukan tentang si pertama, melainkan yang ke dua ini, si boncabe yang lincahnya pake banget bahkan sangking lincahnya yang suka over dia itu sampe sering lari-larian di dalem rumah tiap kali disuruh ambil air minum, alhasil tuh air sampe tumpah-tumpah dan buat dirinya kepeleset hingga kejengkang. sudah bisa di tebak apa yang terjadi dengan dirinya. nangis kejer.  tapi karena dia hanya anak kecil yang masih belum bisa di bilangi alhasil dia selalu mengulangi hal yang sama, nggak pernah kapok meskipun kepalanya sampai harus mencium lantai di bawahnya dengan sangat intim, bahasa gue keren kan? udah bisa jadi penulis novel belom? boleh ya? *sakitnya kumat* hal itu jadi mengingatkan gue waktu gue seumuran sama dia, karena gue sering lihat film-film di tv tentang orang buta alhasil gue sering main buta-butaan gitu sendirian dirumah. pernah kejadian, waktu itu gue tengah mempraktekkan jadi orang buta dirumah, karena sudah begitu sering gue main kayak gitu akhirnya guepun sering melakukannya, dan siang itu gue tengah apes karena gue yang jalan merem harusnya lurus malah belok dan GEDUBRAKKKKKKKKKKKK... mama gue lari keluar. gue belom nangis. pas kepala gue udah di elus-elus sama mama gue, nah saat inilah gue langsung kejeeeeeeeeeeeerrrrrrrrrrrrrrrr.... begitu jugak adek gue, kalau nggak di alem pasti bakal ketawa-ketawa. tapi pas di bilang "aduh sakit nggak?" dengan muka khawatir, carmuknyapun di mulaiiiiiiiiiiii.... maklum lah bokkkkk, anak usia segitu memang paling seneng cari perhatian hahahahahaaa.
adek gue yang kedua ini namanya salsabila blablabla, biasanya gue  panggil dia salsa or sasa. kulitnya itu item padahal dulu sempet putih *lho?* gue sendiri nggak tahu kenapa kulitnya bisa berubah item dekil kayak sekarang. pernah suatu waktu pada masa yang telah lalu adek gue yang paling item ini mengeluarkan statement yang buat gue sampe ngakak. jadi waktu itu gue lagi ngajak dia ke suatu tempat buat nemenin gue ngerjain tugas on cam ala-ala presenter REALITAS di Metrotv itu, nah selesai take gambar akhirnya gue foto-fotolah bareng nih bocah. pas gue selesai foto nih si bocil satu kepingin lihat fotonya, nah pas lagi dia lihat fotonya dia bilang "ih teteh, di kamera kamu muka aku jadi putih. hebat banget ya" untuk seketika gue dan adek gue yang satunya lagi langsung saling pandang dengan wajah yang kalau di terjemahkan "adek lo tuh" dan gitulah. itu adalah adegan paling kocak yang terjadi saat itu, gue sampe melongo dan nggak habis fikir sama anak usia 7 tahun itu. bisa-bisanya dia bicara seperti itu. tapi jujur, itu adegan lucu banget dimana seorang anak usia 7th berbicara dengan sangat jujurnya ditambah ekspresi wajahnya yang buat gue sampe nggak tahan buat cerita sama mama gue perihal kejadian tersebut. akhirnya ceritalah gue sama mama gue dan adek gue pun marah. nah, dia juga punya kebiasaan yang bikin gue harus tarik nafas panjang yaitu, dia itu nggak akan rela membuat orang yang meledeknya melenggang bebas tanpa kena cium kepala sapu lidi, alhasil kalau gue lari menghindari ciuman yang tak indah itu dia bakal ngejar-ngejar sampe kena. kalau ternyata enggak yak sudah bisa di tebak, dia bakal nangis kejer dan nggak mau berhenti sampe buat gue diomelin sama mama. ini tak enak! menyebalkan! nggak berperi ke kakak-an.  tapi karena shes my younger sisters so i should be loves her like i love myself huahahahahah. jadi sudah bisa disimpulkan, meski dia menyebalkan gue harus tetap bisa sabaaaaaarrrrrrrrrr..
time changes and people changes *salah* times change and body changes, nah ini baru bener!!! waktu berubah dan sekarang  adek gue yang bungsu ini berubah, terutama untuk berat badan. adek gue yang dulunya badannya kecil banget kayak gagang sapu sekarang udah berubah gemuk. badannya udah mulai melar. gue jadi inget masa SD dimana setiap temen-temen termasuk gue percaya bahwa bola bekel yang direndem di dalem minyak tanah itu bakal berubah jadi gueeeeeeedddddddddddddeeeeeeeeeeee tapi kenyataannya ngeeeeeeeeeeeeeekkkkkkk, yang ada bola bekel gue jadi nggak bulat lagi melainkan menjadi berbentuk jajar genjang... kok bisa...kok bisa...kok bisa...? *mendramatisir norak*
apa korelasinya bola bekel yang di rendem sama si sasa? korelasinya gini, mereka yang mau bola bekelnya jadi gede secara praktis (tanpa beli maksudnya) akan memilih metode ini, nah adek gue juga masuk kesini, berat badannya naik tanpa gue sadari (entah ini praktis atau spontan atau mungkin dadakan). gue baru tahu berat badan adek gue nambah sejak gue sadar bahwa pantatnya itu kentara banget waktu dia pake celana leging. berbentuk gitu gaes. ngerti kan? gue sempet nanya? kapan mama gue ngerendem dia di minyak tanah? kok bisa-bisanya gue nggak di direndem padahal kan gue juga kepingin gemuk. tapi kenapa mama gue jahat? kenapa cuma adek gue doang yang diizinkan memiliki pantat besar kayak ayam boiler sudah siap panen? kenapaaaaaaaaaaaaaaaa? *nangis tersedu-sedan di bawah tiang lampu* kenapa Tuhan?????
sekarang akhirnya si bungsu item dekil pantat gede itu udah mulai songong sama tetehnya yang masih kurus kayak gagang sapu ini, tiap kali kesel sama gue gara-gara gak gue kasih masuk kamar waktu lagi nonton Harry Potter atau pas gue omelin maka tanggapan setelahnya "buka pintunya kuruuuuussssss" *gue nangis* "minjem apa teh... dasar badan kurus" *mulai cari tambang* dan akhirnya kepala kecil gue yang di dalamnya terdapat otak ini berpikir keras, bagaimana caranya supaya gue bisa bales dendam dan bisa buat dia kalah telak. akhirnya otak cerdas gue menemukan cara. memang ini frontal, buktinya gue pernah diomelin sama mama cici gue waktu lagi ngeledek si sasa yang sekarang mirip ayam boiler siap panen ini. tapi gue puaaaaassssss, karena setelahnya dia langsung nangis.
"salsa, perut kamu gede banget kenapa?" gue mulai memancing.
"tadi aku abis makan sate pake nasi, terus nasinya aku abisin" katanya polos.
"jangan-jangan kamu hamil. lihat tuh perut kamu kayak orang hamil gitu"
"ih enggak teteh. aku kan masih kecil"
"itu tuh hamil tahu. orang yan perutnya gede itu cuma orang hamil. masa iya makan sate sama nasi aja perutnya sampe gede" jelas gue dengan muka meyakinkan.
dia nangis. dia nangis. dia nangis. dia nggak bisa menerima kenyataan bahwa gue lebih smart. dia berusaha menjambak rambut bondol gue. dia berusaha untuk melilitkan tambang ke leher gue. dan dia berusaha untuk bisa menyiksa gue. tapi hal itu nggak pernah kejadian, karena itu semua hanya khayalan belaka gue yang terlalu banyak baca novel fantasi. melihat kemenangan itu, akhirnya gue mempatenkan kata-kata julid bin jahat itu untk buat dia nangis tiap kali kepikiran buat ngeledeknya. dan jadilah, gue selalu bilang kalau "salsa kamu hamil ya?" meskipun ia sudah nggak nangis lagi tapi kebiasaannya yang nggak akan puas sebelum orang yang mengganggunya kena bogem tetap berlanjut.
perubahan itu datang dengan begitu cepat. dia yang dulu makannya paling sedikit sekarang makannya banyak banget, yang biasanya nggak suka makan mie instan sekarang kalau makan mie instan bisa habis + telor lho. gue? anjirrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr, makan 1 mie instan aja nggak pernah habis apalagi kalau pake telor, paling cuma telor + kuahnya doang yang gue makan. mienya gue nggak bakal makan. apalagi habis???? bisa-bisa begah banget gue. wajar memang kalau tiba-tiba dia punya badan berisi dengan pantat gede persis ayam boiler mau di panen, soalnya itu tadi, nafsu makan dia udah nggak kayak dulu lagi. gue rasa sekarang lambung dia sudah mulai melebar alhasil sudah bisa untuk menampung banyak makanan disana, nggak kayak gue yang kata sebagian orang kapasitas perutnya kecil pake banget persis hidung gue yang di set minimalis. mungkin kalau gue punya nafsu makan yang besar gue juga bakal gemuk, tapi sayangnya nggak gitu juga kali ya hahahahahaaaa.
pernah suatu waktu gue nanya adek gue pas lagi nonton tv.
"sa badan kamu kok bisa gemuk gitu sih" kata gue sambil ngeliatin si item di depan gue itu.
"iyalah, aku kan nggak punya pikiran" katanya polos
gue melongo.  mungkin maksudnya nggak banyak pikiran bukannya nggak punya pikiran. disitu gue ngakak. dan bilang ke dia.
"pantes aja nilai matematika kamu jelek banget!!!"

Dan perburuan itu sampai ke tahap dimana, aku lelah abang!



cerita ini bermula dengan pertemuan akoh beberapa waktu lalu dengan cici Neli Heryati, setelah ngobrol kesana kemari mengenai pekerjaan sampailah dimana akhirnya pembahasan kita kembali mengenai BUKU. awalnya curhat mengenai gue yang dodol perihal nawar menawar buku second di kebayoran sampai ke tahap dimana dia cerita mengenai kerennya belanja buku di pasar senen. mendengar hal itu gue histeria banget. sumpeh deh, siapa cobak yang nggak ngiler di ceritain tentang betapa murahnya harga buku di pasar senen, gue yang dengernya sampe ileran saking kepinginnya.tengah bolong itu akhirnya gue di dongengin tentang harga novel-novel super ketjeh yang buat gue kebelet buat cepet-cepet hari minggu supaya bisa ke senen, dengan iler yang sudah buat tanah di bawah kita becek neli juga cerita tentang novel-novel yang dia punya. entah kenapa jiwa kepo gue kalo denger kata buku itu langsung membuncah, sangat-sangat membuncah. nafsu gue untuk menguliti dia supaya mau membongkar semua koleksi bukunya nggak bisa di tahan lagi, alhasil gue nanya koleksi bukunya sambil teriak-teriak. nggak peduli tatapan orang-orang di samping kita yang meski sibuk dengan urusan sendiri tapi masih suka ngelirik sambil dalam hati "ini ngapain sih gagang sapu teriak-teriak nggak jelas" gue cuek. pokoknya gue mau neli ceritain koleksinya apa aja, dia bilang kalau koleksi bukunya udah buanyak banget, dia juga cerita tentang koleksi novel Tere Liye nya yang udah lumayan, di tambah dia juga kasih gue rekomendasi novel-novel keren hari itu. btw tentang Tere Liye, meskipun gue sering baca artikel penulis keren satu ini tapi sampai sekarang demi apapun gue belum pernah baca bukunya padahal kalau boleh jujur, waktu di gramed beberapa waktu lalu gue udah sempet megang-megang salah satu bukunya tapi karena ada buku motivasi yang menurut gue oke banget, alhasil dengan berat hati gue melepas buku itu perlahan dan mengambil buku motivasi yang baru gue lihat dengan senang hati. untuk beberapa saat gue lupa lagi sama novel Tere Liye sampai akhirnya Neli berkisah tentang novel Tere Liye yang dia punya, sudah bisa di tebak kelanjutannya. yup, gue yang nggak tahu diri ini merajuk buat minjem novelnya. dan sudah bisa di tebak neli pun mengiyakan permintaan itu, horeeeeeeeeeeeeeeeeee.
pertemuan kita yang nggak lama itu akhirnya berakhir dengan janji temu di hari minggu depan untuk pergi bareng ke pasar senen. sebenernya kita sempat bingung antara blok m dan pasar senen, akhirnya kita sepakat hari mingggu ketemuan di rumahnya buat ke pasar senen bersama.
selasa datang. gue ketemuan lagi sama Neli, kali ini gue ketemu dia buat ngambil buku yang dia janjikan. yup, di pertemuan sebelumnya neli janji bakal minjemin gue 5 buku, akhirnya dengan perasaan riang gembira gue pergi ke tempat kerjanya, nggak peduli siang bolong. nggak peduli matahari langsung yang buat baju gue buasah, yang penting bisa di pinjemin buku. daaannnnn, akhirnya neli pinjemin 5 bukunya termasuk salah satu novel Tere Liye di dalamnya. tapi berita nggak enaknya, neli bilang nggak jadi ke senen bareng soalnya dia ada acara di hari minggu sama temennya. gue sedih. padahal udah lama banget gue nggak borong buku. udah lama banget gue nggak baca novel-novel yang di beli hasil berburu sambil gerah-gerahan.alhasil, gue membulatkan tekad bahwa sabtu gue harus pergi sendiri. dan disinilah cerita ini bermula.
jauh-jauh hari gue udah bilang sama mama + nenek gue kalau sabtu gue bakal beli buku di senen. nenek gue sempet gak ngasih lantaran katanya "buku terus di kumpulin" tapi nenek gue tetep ngizinin hehehe. mama? mama gue nggak ngelarang, selama nggak ngorek duitnya its oke lah.
sabtu tiba. penyakit gue kumat, mager. dari pagi gue udah bebenah supaya bisa pergi dalam keadaan khusyu, tapi nyatanya sampe jam 11 gue masih belom ganti pakaian dan malah asyik tidur-tiduran di rumah sambil denger radio. nenek gue berkali-kali nanya gue jadi apa nggak, soalnya itu udah mau jam 12. gue bilang, nanti aja nunggu shalat dulu. oke. akhirnya gue pun pergi pas siang bolong dalam cuaca mendung sangat.sampai sudimara hujan deras mengguyur *Anjir bahasanya* dan otak gue pun berpikir keras, mau kemana kita? blok m atau pasar senen? dalam cuaca yang hujan gini gue nggak mungkin pilih ke pasar senen, alasannya, gue nggak tahu lokasi jual bukunya dimandese. emang sih gue bawa payung, tapi nggak lucu aja pas sampe sana penjual bukunya itu ada di pinggir-pinggir jalan dan tutup ketika hujan *kayak di kebayoran* akhirnya dengan pertimbangan cuaca itu gue memilih blok m sebagai pilihan super aman.di kebayoran hujan bener-bener deres. dan satu hal lagi yang buat gue syuper bingung, entah itu hujan atau gimana, kok di lantai 2 stasiun kebayoran rame banget ya? kayak tempat piknik. soalnya banyak banget kelompok-kelompok kecil disana-sini, lo tau kan stasiun kebayoran gede banget. ini penuh. apa disana ada wifi gratis sekarang? *halah* maklum lah, gue udah lama banget nggak berhenti di stasiun kebayoran sejak kuliah bawa kendaraan sendiri, jadi, yah gitu deh. pangling aja. soalnya kalo gue berhenti disana waktu mau pergi or pulang kuliah sepi banget, gue masih bisa duduk-duduk di kursi disana sambil baca-baca buku atau makan siomay wkwkwk.
kembali lagi ke cerita semula. setelah melewati kelompok-kelompok kecil di lantai 2 guepun turun buat cari metromini ke blok m. setelah melewati ramainya orang yang berdiri menunggu hujan berhenti dan para ojek payung gue pun berlarian keluar menuju metromini ke blok m. pas sampai di metromini, anjirrrrrrr, di dalem metromini nggak kalah kayak di luar coy, bocorrrrrrrrrrrrr. karena gue lagi suka cita buat beli buku, jadi bocor ini nggak jadi penghalang, lagi juga gue udah lama banget nggak naik metromini hahahaha. disana ada cerita lucu, waktu gue lagi asyik baca novel Tere Liye yang di pinjemin Neli tiba-tiba ada seseorang yang masuk dengan suara gaduh-gaduh. ternyata seseorang yang modis pake banget, dia bilang sama abang-abang sopir metromini minta di cariin taksi *lho?* dia bilang "bpk, pokoknya kalau di depan ada taksi bapak harus berhentiin ya" bpknya iya-iya aja sambil nanya nih orang satu mau kemana? dia jelasin dengan rumus balok PxLxT tapi ternyata tujuannya salah satu tempat sebelum pasar puring *lhaaaaaaaaaaaa, ngapain naik taksi, orang naik metromini aja ngelewatin, bener-bener deh* pokoknya gitu lah.
gue tiba di blok m. anjirrrrrrrr, gue udah lama banget nggak ke sini. rasanya masih sama sih sama terakhir kali kesana (pergi sendiri) waktunya hujan-hujanan juga lagi. tapi dulu gue masih jadi pengangguran, sekarang? tanpa status wkwkwkwk. awalnya gue sempet hanyut sama diskon sendal di depan, gue hanyut sama satu sendal jepit yang oke banget. oke banget disini, karena sesuailah sama selera gue yang aneh. gue sempet pegang-pegang tuh sendal lucu, tapi... malaikat baik datang, menyadarkan gue tujuan awal kesini, akhirnya "astagfirullah aladzim...astagfirullah aladzim...astagfirullah aladzim..." sambil menjauh dari koleksi sendal itu seolah tengah menghindari maksiat hahahahaha geloooooo...gelooooo...
huppppppp. gue melompati anak tangga terakhir dengan selamat. aroma buku menyerebak dimana-mana. penjual buku ada dimana-mana. tapi tempat ini selalu sama, lengang. awalnya gue ke salah satu kios buku disana, yang kalau di amati isinya buku-buku terjemahan semua, ada yang bekas ada juga yang baru. pokoknya kalau yang suka sama penulis-penulis luar pasti bakal hafal sama karya-karyanya, kalau gue tahunya cuma Sandra Brown + JK Rowling doang. di kios buku itu mata gue nggak lepas dari karyanya mbak Sandra Brown, mata gue menelisik semua judul buku disana. dan, semua yang pernah masuk daftar beli gue di salah satu situs online ada lengkap disini. niat awalnya udah mau beli beberapa buku Sandra Brown itu, tapi nggak jadi lantaran gue mau keliling-keliling dulu aja. dan you know, gue itu selalu merasa terphipnotis tiap kali memasuki kios-kios buku disini, gue merasa duit gue itu nggak pernah cukup untuk membeli buku-buku yang ada di hadapan gue. akhirnya dengan sangat menyesal gue harus bener-bener cari buku yang menarik banget bukan karena gue suka sama penulisnya atau apalah, tapi karena gue mau beli dengan perasaan sangat. soalnya di detik-detik terakhir pengurasan isi dompet, gue sempet nemuin salah satu buku karya Mitch Alboom, seketika itu juga gue inget sama bukunya yang gue beli di pasar kebayoran dengan harga cuma Rp. 5000 perak dari bapak-bapak yang tersenyum pas kasih buku itu dari tumpukan barang-barang yang dijualnya. Tuesday with Morrie, ini adalah buku yang menceritakan tentang pertemuan Mitch kembali dengan dosennya bernama Morrie setelah sekian tahun nggak pernah ketemu, tepatnya selepas ia lulus dari kuliah hingga ia menjadi seorang jurnalis yang cukup di perhitungkan. mereka akhirnya di pertemukan kembali setelah Mitch menyaksikan tayangan di TV dengan narasumber sang dosen, tapi dalam situasi itu dosennya tengah menderita sakit *gue lupa sakit apa* dari situ Mitch akhirnya tergerak untuk mengunjugi dosennya kembali dan dari situlah cerita dimulai. buku ini menyentuh banget, banyak juga pelajaran yang kita bisa dapet dari buku Tuesday With Morrie, menurut gue lho ya. nah, kita kembali lagi ke buku lain Mitch Alboom yang gue temukan disana, jujur, buku itu benar-benar jadi pertimbangan gue karena gue yakin bahwa buku itu pasti bakal semenarik Tuesday With Morrie, tapi apa daya ditangan satu lagi gue juga tengah menggandeng buku dari Ilana Tan yang Winter In Tokyo. gue bingung. galau. labil. Ilana Tan atau Mitch Alboom? kalau Winter In Tokyo nya Ilana Tan udah pernah gue baca jaman-jaman masih sekolah dulu, kurang lebih 4 tahun lalu waktu gue kelas 2 SMK. tapi itu udah lama banget, gue lupa isi buku itu, yang gue inget cuma adegan romantis Keiko yang di gendong Kazuto menuruni tangga waktu mau makan malam di rumah kakek dan nenek Osawa. dan jujur, gue kangen buat baca buku Winter In Tokyo lagi, soalnya waktu itu gue minjem bukunya Lita atau Nia gitu. jadinya pas gue nemuin buku Ilana Tan yang ini, rasa bahagia gue membuncahhhhhhhhhhhhhh. gue harus beli...gue harus beli.... dan akhirnya, GUE BELI!!!!!!
rasanya nggak pernah ada puas-puasnya disana, apalagi di kios terakhir yang gue kunjungi terdapat buanyak banget buku-buku keren yang belum gue punya. tapi sayang, kesanggupan gue disana gak berjalan lurus sama situasi kantong gue yang sekaratnya udah naudzubillah, akhirnya setelah keliling-keliling disana cukup lama guepun pulang dengan mengantongi 9 buku. lumayan berat. di tambah dengan bawaan gue yang juga banyak, jadinya ini bukan hanya lumayan berat tapi BERAT. jadilah, setelah hampir 2 jam guepun memutuskan untuk undur diri. kalau boleh jujur, sebenernya gue kurang puas disana. apalagi dengan perolehan hanya 9 buku aja, tapi syukuri ajalah. lumayan. bulan depan kita kesana lagi. mudah-mudahan buku Mitch Alboom masih ada, dan terlebih semoga ada uang yang bisa di sisakan buat kesana wkwkwkwk. habis, perburuan ini hanya menyisakan lelah kalau yang kita mau nggak kesampaian. kayak betapa lelahnya gue menahan gejolak keinginan untuk kembali, gue merasa Sandra Brown dan Mitch Alboom gue masih tertinggal disana dengan tidak berperinya. apa daya, tangan sanggup merengkuh tapi dompet teriak-teriak, gak mungkin dong gue lari-lari ke mesin ATM buat tarik tunai? apalagi duit gue juga sekarat, yang ada pas gue nekat, tuh layar mesin ATM penuh tulisan sarkasme ungkapan hati kartu ATM gue yang teriak-teriak malu gegara sudah tidak ada saldo untuk di pertontonkan, halah!!!!
sampai di rumah. mama gue penasaran sama buku yang gue beli, dia nanya apa gue beli buku agama atau gak. jawaban gue sudah pasti NGGAK. dan mama gue pun kecewa, niatnya sih gue juga mau beliin mama gue buku agama tapi sayangnya keinginan gue beli novel itu cukup membabi buta, eh btw ngomongin masalah babi, dalam bahasa jepang buta itu artinya babi lho *Apaan sih gue? nggak jelas!* *ketawa ngakak* yah gitulah pokoknya. btw nih, sekarang gue lagi nostalgia lagi sama novelnya Ilana Tan, gue lagi seneng banget baca novelnya, sebelumnya gue udah menghabiskan 1 hari waktu gue full untuk menghabiskan buku karya mbak Alberthine Endah yang judulnya Dicintai Jo. nggak butuh waktu lama untuk menghatamkan buku itu *sombong* gue tuh ya selalu seneng sama gaya penulisan mbak Alberthine yang penuh dengan kata-kata konyol yang super kocak, yang bisa buat pembaca bakal senyam-senyum sendiri. persis kayak yang pernah gue baca di Jodoh Monica, dimana krisis jomblo si tokoh utama selalu menghadirkan cerita lucu. begitupun dengan novel Dicintai Jo, meskipun cerita ini kalau menurut gue sama aja dengan Jodoh Monica. dari segi cerita nggak jauh beda, bahkan endingnyapun udah bisa ketebak dia bakal sama siapa tapi lucu aja baca perjalanannya yang jungkir balik buat menemukan cintanya wkwkwkwk. tapi jujur, dari novel-novel karangan mbak Alberthine ini gue selalu dapet banget gambaran gimana rasanya kerja di media, karena sebenernya cita-cita akoh kepinginn banget kerja di media *ujung-ujungnya teteup* jadi pas baca novel-novelnya (baru dua sih sebenernya) gue ngerasa punya gambaran banget tentang serunya kerja dengan deadline ala-ala wartawan yang ngejar-ngejar waktu terbit wkwkwk. dan kini PR gue adalah, menyelesaikan Winter In Tokyo sekali lagi guna membaca kembali novel Tere Liye yang sempat tertunda lantaran Winter In Tokyo yang teramat gue rindukan.
oke selesai ceritanya ya bang. gue mau pindah ke SD kampung sebelah dulu buat cerita nggak jelasnya.