Wednesday, April 22, 2020

Gue hari ini, tanpa sosial media!

Photo by Pixabay from Pexel
"Nani, lo blokir gue di Facebook ya? Kok gue cari Nama lo nggak ada" begitu kata salah satu temen gue yang ngeh kalau gue sudah menghilang dari Facebook beberapa bulan lalu. Dan gue cuma respon itu dengan senyum yang gue usahakan semanis sirup Marjan rasa melon yang nggak ditambah air (ueeekkkkkzzz, gilakkkkk gue nggak bisa bayangin bakal semanis apa itu🤢) alias manis banget, sambil gue jelasin kalau gue sudah hapus akun Facebook gue, iya, HAPUS, bukan lagi di nonaktifkan untuk sementara waktu melainkan benar-benar di hapus. Dan sebenernya nggak hanya itu, gue juga memutuskan untuk hapus akun twitter😁 

Gue sadar bahwa selama ini gue ini bukan orang yang ditunggu kehadirannya, gue bukan orang yang bisa memberikan pengaruh pada kehidupan orang lain, Dan gue juga bukan orang yang suka membagikan apa-apa ke sosmed, jadi dengan itu semakin membulatkan tekad gue untuk menghapus dua jejaring sosial tadi. Lagian juga, gue males punya kehidupan "lain" di sosial media, males repot-repot pilih foto terbaik untuk di unggah ke sosmed, males mikir caption apa yang bakal gue sematkan dalam foto yang gue unggah, sesuatu yang semuanya gue lihat dari lingkungan gue pribadi (dari temen-temen gue😊). Udah nggak asing buat lihat temen-temen gue yang foto berkali-kali cuma buat cari yang terbaik untuk di upload ke sosmed, udah sering juga lihat temen yang cari Quote menarik di gugel buat caption dari foto yang mau di unggah. Dan, itu kenyataan yang ada kan? Jujur, gue juga pernah kok berada di fase itu, pernah menggilai like, claps, upvote, love, Retweet, apalagi deh? Wkwkwkwk. Tapi semakin kesini, gue mulai memaknai bahwa "apapun yang terjadi sama gue ; baik maupun buruk, cukup gue dan orang-orang terdekat gue yang tahu. Nggak ada foto perjalanan yang di publish, nggak ada foto kumpul bareng temen-temen yang di posting, dan telan semuanya sendiri"

Dulu, jaman gue masih duduk di bangku SMK gue pernah mengidolakan salah satu public figure, gue suka banget sama dia soalnya yang gue perhatiin nih orang pinter banget gitu, jadilah gue suka. Sebagai penggemar gue itu sering banget cari tahu tentang dia lewat semua sosial medianya, cuma memang sosial media dia hampir semuanya terkunci kecuali Instagram, tapi menariknya dia juga nggak pernah posting foto dia di Instagramnya, foto yang ada dianya bisa dihitung jari dan itupun hampir semuanya foto dia baremg teman-temannya. Jadi dari hampir 40 foto yang ada di Instagramya pada saat itu lebih ke foto suasana matahari terbit, foto gambar suasana kebakaran di pemukiman penduduk di Jakarta, semacam itulah. Dulu, gue selalu bertanya-tanya mendapati itu "kenapa sih nih orang kok kayaknya tertutup banget" "kenapa sih dia nggak pernah posting foto sendiri" dan pertanyaan lain. Sampe yang buat gue nggak habis pikir itu adalah... Dia bahkan nggak memposting foto pernikahannya, tahu-tahu gue lihat foto yang 'mentag' dirinya pas akad nikah. Gilakkkkkkkkkkkk nggak? Tapi akhirnya gue ngerti bahwa nggak semua orang itu suka mempublikasi kehidupan pribadinya ke sosial media. Dan orang yang gue kagumi itu salah satunya😊

Hidup kita biar kita dan orang-orang yang kita izinkan aja yang boleh tahu, dan biar mereka yang kepo sama kita berasumsi sendiri tentang kehidupan seperti apa yang kita jalani *Anjirrrrrrr keren banget ya kata-kata gue, udah bisa kali nih buat program Talkshow😋*

Ya seperti itu. Jadi gue memilih untuk keluar dari hingar bingar sosial media😊 gue memulainya dengan nonaktifin Instagram waktu gue menginjak semester 6 (walau ujung-ujungnya diaktifin lagi buahahahahaha) kemudian disusul dengan penghapusan 2 akun Facebook + Twitter, dan Instagram gue usahakan menyusul. Blog? Nggakkkk dongssssss. Gue sepakat untuk hanya menyisakan blog. Kenapa? Karena nggak semua temen gue tahu gue punya blog, diluar itu sekalipun ada yang tahu mereka juga belum tentu mau baca tulisan panjang lebar dan nggak bermanfaat ini kan? Jadi nggak apa-apa😋 (sebenernya bukan ini alasannya🤣)

Hidup tanpa sosial media itu beneran lebih keren (menurut gue lho) soalnya gue jadi nggak main bandingin gitu aja kehidupan gue sama kehidupan orang-orang disana, gue jadi nggak mudah minder karena mereka bisa melakukan ini dan gue belum, terus gue nggak harus iri sama keberhasilan orang yang gue nggak tahu bagaimana kisah di balik kesuksesan itu, dan gue juga nggak membuang-buang waktu dengan scroll down feed sosial media untuk lihat apa yang terjadi dengan orang-orang yang ada disana. Diluar itu gue juga emang nggak begitu aktif sih di sosmed, jadi mudah aja buat cabut disana tanpa merasa ada yang tertinggal🤣

Dengan tanpa sosial media gue jadi lebih menikmati kesendirian, saat gue mengunjungi tempat-tempat yang menurut gue keren kepala gue nggak penuh dengan berbagai kata-kata yang berlomba-lomba kepingin dikeluarin dalam bentuk status atau caption. Gue menikmati saat kumpul sama temen-temen gue tanpa berusaha mengalihkan kejenuhan dengan cek sosial media, gue nggak pernah lagi mikirin foto apa yang kiranya bagus buat di pampangin di sosial media gue. Sekarang gue lebih suka menyimpan itu sendiri atau bahkan langsung gue ceritain ke temen-temen. "Eh kemarin gue pergi ke Z, tempatnya keren lho, di sepanjang jalan banyak tukang jajanan🤣 terus aksesnya gampang, bagus kalau bawa kamera soalnya banyak objek foto disana, minggu besok kesana yuk" dan kemudian, gue juga nggak merasa aneh saat duduk bengong di transportasi umum tanpa mainin HP, gue jadi nggak aneh saat kemana-mana nggak bawa HP. Normalnya kan saat kita nggak bawa HP itu rasanya pasti aneh, cemas, nggak tahu harus ngapain, linglung, kayak gitu-gitu kan? Nah ini enggak, B aja. Karena dengan tanpa sosial media atau bahkan HP gue jadi lebih punya banyak waktu untuk mengamati hal-hal menarik di sekitar gue, kayak liatin gaya berpakaian orang (untuk ditiru kalau menurut gue menarik😂), dengerin obrolan mereka, liatin suasana jalan diluar, dll, bahkan di tempat-tempat tertentu gue berani buat ngobrol sama stranger lhoooooo (meski ini jarang banget sih wkwkwk)

Sekarang nggak ada lagi kalau kemana-mana harus cek berkali-kali gue udah masukin hp atau belum ke tas? Karena jalan tanpa hp pun oke-oke aja (karena yang terpenting tuh, BAWA DUIT)

Susah nggak sih keluar dari sosmed? Menurut gue awal-awalnya aja yang susah, karena kita kan udah terbiasa hidup dengan sosial media jadi pas coba lepas itu susah, tapi lama-lama justru biasa aja. Buktinya gue, gue udah +- 4 bulan delete Facebook dan Twitter(lupa tepatnya kapan) dan udah nggak ngerasain apa-apa, bahkan gue nggak inget pernah punya Facebook or Twitter wkwkwk. Cuma, ya gitu, gue harus lebih aktif cari informasi apapun lewat Gugel, gue nggak tahu apa yang jadi trending topik di sosmed, dan itu yang dulu buat gue aktifin Instagram lagi, karena salah seorang temen bilang "Lo tuh anak komunikasi ni, jangan ansos gitu" dan kemudian ada statement salah seorang dosen yang akhirnya mendorong gue untuk aktifin lagi Instagram. Tapi kemudian gue pikir lagi "toh selama ini sosmed gue kan di privasi, jadi mau gue aktifin lagi pun nggak akan berdampak apa-apa karena gue cuma share ke temen-temen gue" alhasil gue masih tetap aktifin tapi nggak pernah posting dan jarang di buka. Yah pernah sih posting, tapi lebih ke posting foto-foto yang gue ambil dari kamera, itu karena gue selalu gendong-gendong kamera kemanapun pergi🤣

Jadi menurut gue, keluar dari sosial media bukan hal yang sulit buat gue. Gue bisa tanpa sosial media. Cuma.... Gue masih bertanya-tanya, bisa nggak yah gue hidup tanpa smartphone seenggaknya untuk 2 minggu? Yah, mungkin suatu hari nanti itu wajib di coba😁

Sunday, April 19, 2020

Berhenti sementara dari Whatsapp

Yap. Lu orang tidak salah baca. Gue akhirnya berhenti sejenak dari hingar bingar per WhatsApp-an yang sulit sekali untuk ditinggalkan apalagi saat gue menyadari bahwa gue masuk dalam taraf sudah sangat ketergantungan dan merasa benar-benar membutuhkan, rasanya tuh kayak.... Aduh bisa nggak yah? Nanti kalau temen-temen ngabarin tugas tambahan dari dosen gimana? Nanti kalau gue ketinggalan informasi dari kampus gimana? Nanti kalau kakak-kakak sepupu gue chat penting gimana? Nanti kalau.... Nanti kalau.... Pokoknya banyak banget deh pertimbangannya. Tapi akhirnya.... Gue mencobanya. Gue nggak akan pernah tahu apa yang akan gue dapet tanpa gue mencoba itu. Nggak mungkin kan cuma ngebayangin aja dan tahu gimana rasanya? Luar biasa sekali kalau bisa kayak gitu wkwkwk.

Sebenernya kalau boleh jujur, ini adalah hal yang bener-bener gue inginkan sejak lama. Gue sudah menggadang-gadangkan hal ini tuh sejak gue merasa nggak kuat dengan segala macem hal yang gue dapet dari WA. Perenah nggak sih lo merasa bahwa aplikasi ini menguras banyak perhatian lo untuk sesuatu yang  bahkan itu nggak jelas, grup yang nggak jelas, percakapan yang nggak jelas, hal-hal nggak jelas lain yang kadang buat berpikir, gini ya sosial media? Begini ya ternyata rasanya hidup di zaman kayak sekarang? Mudah banget ya orang-orang berbagi apa-apa di whatsapp story? Astagaaaaa, ngomongin Whatsapp Story gue itu sampe nggak habis pikir, masak nih ya, ada temen gue yang share foto duit 1 tas penuh di WA story. Sumpah itu gue sampe "wah nih anak bener-bener ngundang maling" mereka tuh kayak nggak sadar gitu kalau orang-orang di dalam kontak mereka bakal liat itu, dan kalau yang liat itu lagi butuh duit dan punya jiwa rampok gimana????????????? oke lupain, itu terserah mereka!!!

Nah dari hal itulah gue berpikir untuk tahu, gimana sih kehidupan gue tanpa Whatsapp? Gimana sih rasanya hidup tanpa rasa khawatir yang berlebihan? Gimana sih hidup seperti dulu dan nggak terdistraksi dengan notif, nggak punya perasaan cepet-cepet pingin cek hp saat jenuh, nggak cemas nunggu balasan dari orang yang gue chat, nggak butuh tanggapan atas apa yang gue lakuin lewat story, nggak cemas dianggap A B C D Z yang nggak jelas, dll. Dan pada akhirnya gue merasakannya selama 2 hari kemarin, dan itu sangat aneh! Awalnya aneh, sumpah, aneh banget. Biasanya tiap hari beberapa kali cek hp cuma liat apakah ada pesan masuk atau nggak dan kemarin gue cek hp untuk mendapati bahwa sudah nggak ada aplikasi WA disana. Astagaaa, WA gue kemana???????????  Sumpah itu goblok banget deh, karena bener-bener kayak orang sinting gitu. Ada yang hilang. Kayak orang tersesat dan gue cuma geser menu dari kiri ke kanan dari kanan ke kiri untuk memastikan bahwa "yah gue udah hapus".

Photo by Torsten Dettlaff from Pexels
Shortcut yang biasanya menjadi letak whatsapp gue ganti dengan IPUSNAS. Tapi jumlah kunjungan gue ke ipusnas nggak jauh lebih banyak dibanding jumlah kunjungan gue ke whatsapp dan itu bener-bener buat gue sadar bahwa selama inipun gue jadi males baca karena banyak waktu gue tumpah ruah ke aplikasi yang di akuisisi sama facebook ini. Yah, meskipun di hari keduanya gue sudah mulai B aja, tapi gue juga masih belum bisa menghilangkan niatan untuk "batalin aja kali ya" tapi akhirnya nggak dan gue bisa lewati itu. Cuma pas gue buka laptop dan ada aplikasi whatsapp gue langsung...... BUKA NGGAK YAKKKKKKKKK? dan, gue berjuang sekarang karena gue lagi duduk manis di depan laptop sambil nulis ini wkwkwk.

Hari ini adalah hari ke 3, dan gue masih punya waktu sampe tanggal (mikir) 1 mei untuk kembali aktif lagi di hingar bingar whatsapp, itu pun kalau gue nggak salah hitung ya, soalnya gue punya pemahaman lebih baik lebih daripada kurang jadi yah, gue bakal kembali ke whatsapp tanggal 1 mei. 11 hari lagi ya???? wah, kerennnnnnnnnnnnn. Nanti gue akan share apa sih yang gue dapet dari sana, apakah gue bisa mengurangi ketergantungan, akan dingin dengan whatsapp (yakali), atau gue akan semakin menggilainya. Yah gue harap sih, gue akan bersikap dingin ke WA persis kayak kalau gue udah nggak suka sama orang wkwkwkwkwk.

14 hari itu bukan waktu yang lama dan gue nggak tahu itu akan membantu atau nggak, tapi setidaknya gue berani untuk mencoba keluar dari ketakutan gue terisolasi dari dunia semu itu. Well, sampai jumpa di tanggal 1.... Bis bald mein freund!!!!

Sunday, April 5, 2020

Ngomongin dosen (lagi)

Lo tahu nggak? Pak Miguel itu masih jadi momok buat mahasiswa yang pernah ambil matkul yang di ampunya lho, masih jadi momok buat mahasiswa yang bakal jadi mahasiswa bimbingannya, masih jadi momok buat mahasiswa yang harus ambil matkul dia, pokoknya begitulah. Jujur, awalnya nggak menduga bahwa pada akhirnya akan di pertemukan lagi setelah beberapa minggu sebelumnya sempet ngeledekin temen gue yang kebetulan dapet Pak Miguel sebagai dospem... Rasanya tuh antara nggak percaya sekaligus lucu gitu pas tahu kalau temen gue bakal ketemu dirinya lagi, soalnya beberapa minggu lalu dia itu cerita pengalamannya ambil kelas Pak Miguel dan itu sampe buat gue kaget, "hah! Beneran tuh?" Karena begitu luar biasanya cerita temen gue. Dan yeah, akhirnya dia di hadapkan lagi sama Pak Miguel, dan.... Gue jugak.

Tapi jujur nih ya, Pak Miguel itu ASLIIIIIIII pinter banget. Sumpah ini bukan ledekan, ini serius. Pak Miguel itu pinter atau mungkin cerdas kali ya, nggak ngerti deh. Intinya sih gini, kalau di perhatiin cara dia nyampein materi di depan kelas itu bagus. Coba perhatiin deh! Perhatian dia ke mahasiswanya itu penuh. Jadi cara dia ngajar tuh kayak "eh, lo perhatiin kalau mau ngerti oi" gitu, tapi nggak yang begitu. Maksudnya, saat dia lagi jelasin dan lihat ada anak yang sibuk sendiri atau nggak konsen dia bakal nanya "kamu yang lagi chat disana, apa maksud dari yang saya jelasin ini..." Dan mereka yang ditunjuk pun gelagapan. Yah, ketahuan kan nggak merhatin😂 diluar itu cara jelasin pak Miguel itu bener-bener menarik. Gue baru menyadari itu saat gue memperhatikan itu dengan seksama😋 karena gue bener-bener menikmati banget, 2 jam penjelasan dan itu nggak berasa sama sekali, bayangin!

Well, kenapa gue membahas Pak Miguel? Ya, itu karena gue dapet matkul yang diisi sama dia semester ini. Sumpah demi apapun, gue melongo dongo waktu cek jadwal kuliah dan nama dirinya terpampang untuk 1 matkul. Yaampun! Ini nggak salah? Dan seperti yang sudah bisa di duga, NGGAK SALAH!!!!! aduh tugas apa lagi nih yang bakal gue terima? Aduh! buku dia yang mana lagi nih yang harus di beli? Aduh! tugas nggak masuk akal apalagi nih yang bakal bikin kepala gue cenat-cenut, aduh elearning sama dirinya ngapain ya? Quiznya bakal gimana ya bunyinya? Dan pertanyaan lain tentang dia pun bermunculan. Pada saat itu gue masih belum terima kenyataan dan kalau boleh jujur sampe sekarang pun gue masih belum terima kenyataan 🤣 tapi yasudahlah diterima aja, toh Pak Miguel itu Keren kok. Pinter!

Tatap muka pertama dengan beliau itu di buka dengan ketidak percayaan, iya, sebagai mahasiswa yang nggak peduli-peduli banget sama dosen, malam itu gue lihat ada perubahan sama dirinya, badannya Pak Miguel tuh beda banget sama yang terakhir kali gue liat dulu. Sekarang tuh badannya agak kurus gitu. Terus, apa lagi ya? Oiya, dirinya nggak sengeselin dulu😊 bercanda! Pokoknya beda lah.

Tapi untuk tugas-tugas nyebelin yang dia kasih masih tetep sama, selalu mengarah pada DIRINYA. Hal itu bisa dilihat dari tugas besar 1 kita dikelas itu yaitu.... jreng.... jreng... jrrreennnnngggg....! buat resensi buku dirinya. IYA, RESENSI. kita bisa buat dalam bentuk resensi biasa atau bisa juga dalam bentuk jurnal. Yang terpenting hasil dari resensi atau jurnal itu harus di publish ke MEDIA. Apa???????????????????? Media??????????? Iya media!

"Pak tolong, saya itu bukan Leila S Churdori" Heh? Astagaaaaaa, tuh dosen ngira kita ini jago banget nulis Kali ya. Tolong pak! Pengetahuan saya tuh cuma sebatas nulis status goblok di WA. Saya aja nggak berani menghadap calon dospem saya karena proposal, ah, menyebalkan! Dan..... Itu apalagi maksudnya? Media? Sejenis portal berita gitu? Atau apa? Hah? Astagaaaaaa pak... Media apaaaaaaaaaaaa? Susah kali tembus ke media kalau.... Kalau..... Yah ngerti lah maksud gue 😋

Oke kita lupaka dulu sejenak megenai media.., Gini... gini... Lo tahu resensi kan? Lo tahu kalau resensi itu harus baca bukunya kan? Nah ini aja udah jadi masalah nih di bagian ini.... masalahnya gini, buat resensi novel aja gue nggak bisa apalagi resensi buku pelajaran, udahnya tebel, terus lo harus faham kekurangan, kelebihan, sama manfaatnya. Sementara sampai hari ini gue aja belum pernah menghatamkan buku pelajaran dan untuk buku yang harus di buat resensi nya aja gue nggak tahu isinya gimana karena gue belum beli bukunya😋 Ya Allah pak, kira-kira dong Pak, kan Kita nggak cuma ambil matkul bpk aja *tiba-tiba mulai...*

Nggak sampe disitu, karena matkul ini adalah elearning jadilah tiap minggu itu gue harus isi forum + quiznya kan? Nah, quiz dari dirinya ini nih yang buat gue sering sakit kepala, coba lo lihat nih :
Nih kayak gini quiz yang dikasih Pak Miguel tiap minggu nya🙄
*Tarik nafas* bisa nggak sih lo bayangin gimana Pak Miguel ini bener-bener cerdas banget. Astagaaaaaa, dengan tugas kayak begini gue tuh harus bener-bener mempergunakan otak gue sesuai dengan keharusannya ; baca semua modulnya (dari module pertama sampe module di minggu ini), nolak balik antara module satu sampe yang terakhir di upload, dll, pokoknya PR banget lah. Gue dengan kapasitas otak gue ini kadang sampe tumbang karena harus berpikir keras untuk jawab soalnya. Gue kadang kepikiran buat ngibarin bendera putih dan bilang... Yaudahlah pak, bpk menang.

Mungkin nih, mungkin aja ya... Kalau pak Miguel ini isi matkul yang gue suka kayak etika filsafat atau komunikasi politik tentu gue bakal suka sama cara ngajarnya, tapi sayangnya matkul yang dia isi itu nggak gue suka. Jadi, gue benar-benar merasa,... Itu beban. Tapi diluar itu, pak Miguel itu keren👍