Wednesday, March 1, 2017

Judulnya keberatan?

Setiap orang nggak mungkin punya ketertarikan yang sama akan suatu hal, selalu ada perbedaan antara orang satu dengan orang yang lain. Kita juga gak bisa memaksakan orang yang gak suka akan suatu hal untuk bisa menyukainya, sesimpel itu.

Gue suka baca novel, novel apapun baik itu terjemahan ataupun karya asli penulis tanah air, selama novel itu memiliki tulisan yang bagus dan gak hanya sekedar untuk menghasilkan ending yang bahagia melainkan ending yang bisa buat kita merenung *karena kehidupan gak seperti drama korea* pasti bakal gue baca, dan pasti bakal gue beli :D asalkan jangan kasih gue novel yang judulnya gitulah……..

Dari SMP gue emang udah mulai nunjukin kalau gue nggak terlalu suka baca novel-novel dengan judul seperti FTV di salah satu stasiun tv, judul yang terlalu mengada-ada dan selalu berakhir bahagia, padahal gak semua hal itu berakhir dengan bahagia kecuali drama korea atau sinetron Indonesia. Alhasil novel-novel kayak gitu memang paling jarang gue lirik kalo lagi beli buku, gue lebih suka dengan judul novel yang mengandung nilai estetik di dalamnya dan baca sinopsisnya juga, jadi gak main judge gitu aja. Tapi bukan berarti gue gak suka baca novel dengan judul mengada-ada hanya saja gue kurang begitu tertarik dengan novel cinta-cintaan gitu deh apalagi kalau judulnya kayak FTV, kecuali pas baca sinopsisnya ada kata-kata yang menggambarkan keindahan seni merangkai kata baru gue beli tuh novel, yah yang puitis-puitis romantic gitu *malu ngakunya* yang nggak kayak tulisan gue ini pastinya.

Dan disini gue juga mau cerita tentang buku yang berjudul “PEREMPUAN-PEREMPUAN TAK BERWAJAH” kalo ada yang pernah ngestalk blog ini, pasti di salah satu postingan bakalan baca cerita gue tentang nih buku. Kalo baca judulnya apa yang ada dalam pikiran lo tentang isi dari buku ini? Secara judulnya aja kata seseorang “terlalu berat” padahal itu Cuma pandangan dia aja, karena pandangan setiap orang kan beda-beda J hayoooo ada yang mau jawab? Kalau kata beberapa temen, mereka sepakat mengatakan bahwa buku ini berisi tentang perempuan yang nggak punya malu. perempuan-perempuan yang memang melakukan apapun semaunya dengan ber-asas-kan apa yang ia percayai ya ia jalani, misal tentang (maaf) wanita-wanita yang menjajakan diri, atau melakukan hal-hal di luar yang dilakukan wanita lain namun dalam arti “negative” 

Gue pribadi waktu pertama kali baca judulnya mengira ini akan berkisah tentang prostitusi dan sebagainya, tapi ternyata salah besar. Yup salah besar. Karena buku yang ditulis Francesca Marciano ini menceritakan tentang kisah seorang jurnalis (Imogen Glass) dan fotografernya (Maria Galante) yang di tugaskan untuk meliput sebuah berita tentang kawin paksa di kabul, yang sebenarnya lebih concern ke masalah angka bunuh diri yang meningkat lantaran mereka (gadis-gadis di Kabul) yang dipaksa menikah lebih memilih mati dengan membakar dirinya sendiri daripada menikah dengan laki-laki yang usianya (dalam buku diceritakan) bisa 3x usia gadis itu sendiri. dalam buku ini juga di ceritakan bagaimana sebelum berangkat ke Kabul Maria Galante yang baru pertama kali ditugaska ke Negara konflik tersebut harus mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh mantan anggota militer untuk menguji ketahanan dalam menghadapi situasi darurat, diajarkan untuk mengenal jenis-jenis senjata dan pertolongan pertama yang harus dilakukan dalam situasi genting. Namun yang lebih keren dari buku ini, yaitu tentang pergolakan hati Maria yang harus memilih egonya untuk bisa berprestasi dalam karirnya atau mengedepankan moralnya atas nama manusia.

Sumpaaaaaaaaaah, ini buku keren banget, karena kalau kita bacanya pake *nunjuk dada kiri yang berisi jantung* lo pasti bakal menemukan hal-hal yang buat lo merenung, karena buku ini di tulis dari sudut pandang seorang wanita yang,,,, dia wanita seutuhnya, dalam arti dia wanita usia 32 tahun yang patah hati lantaran calon suaminya selingkuh, setres berat dengan perpisahannya, kadang dihantui oleh ingatan tentang ibunya yang sudah meninggal, butuh perhatian lebih, dan dia juga ingin berprestasi dalam bidang yang ia tekuni. Pokoknya manusiawi banget. dalam cerita itu juga menceritakan sosok partner kerjanya Imogen Glass yang punya obsesi besar untuk selalu berprestasi dalam pekerjaannya, cerdas, dominan, dan (yang gue tangkep ya) nggak terlalu punya rasa empati jika dibandingkan Maria yang melihat segala sesuatu gak Cuma dari sudut pandangnya aja tapi bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain. Pokoknya ini perpaduan sifat yang menarik banget deh. Lo harus baca biar bisa tahu!!!! Karena gue gak mungkin menjelaskannya sedetail mungkin, kecuali lo mau bayar gue :D

Pasti dalam pikiran lo terngiang, kenapa judulnya perempuan-perempuan tak berwajah kalau ceritanya tentang 2 jurnalis yang ditugasin ke Kabul? Nah, jadi gini, dalam cerita ini menjelaskan bahwa di Kabul itu masih sangat tabu dengan yang namanya fotografi, bahkan kalau ada fotografer yang mengambil gambar seseorang tanpa persetujuan yang bersangkutan bakal kena hukuman seberat-beratnya. Kok gitu? Iya gitu, soalnya Kabul kan Negara yang mayoritas penduduknya beragama muslim *gue gak bisa jelasin nih disini soalnya pemahaman gue parah=gak ngerti* pokoknya ada statement yang menyatakan “bisa menghadirkan syahwat” jadinya disana memang tabu dengan hal-hal semacam itu, jadi itu yang menjadi kesulitan Maria (fotografer) untuk bisa mengambil gambar mereka, karena tiap kali Maria mengeluarkan kamera ia akan mendapati tatapan-tatapan ketakutan, kemarahan, dan penolakan yang membuat hati Maria bergejolak, apakah ia tetap melanjutkan mengambil gambar untuk bisa membuat Imo Glass senang atau mengikuti hatinya untuk bisa menjaga hati para wanita tersebut. Dan nanti lo juga bakal nemuin hal-hal menarik di akhir cerita ini :D bacaaaaa yaaaaa….

So, meskipun (lagi-lagi) kata orang “judulnya berat” tapi nggak berdampak ke isi, karena ini novel ya bukan buku pengantar ilmu politik *ketawa ngakak* sebuah pelajaran juga bahwa kita seharusnya gak menilai buku itu dari judulnya aja *buat gue jugak hahahah* kalo lo Cuma baca judulnya aja nggak akan tahu isinya gimana, kayak lo baca surat tapi yang di baca Cuma kopnya aja mana tahu isinya tentang apaaaaaa? Iya kan??????

Sebenarnya gue nulis ini lantaran agak kesal sama orang yang bilang buku ini “judulnya berat” padahal gue Cuma kepingin dia baca novel keren ini, lo tau nggak? Temen gue aja mau pinjem buku ini nggak gue kasih, sementara dia? Justru gue yang nawarin minjemin tapi responnya malah buat gue kesel. Gue aja nggak yakin buku yang dia pinjem bakal di baca sampe tuntas, entahlah. Pas baca respons itu akhirnya gue tawarin dia novel lain yang ceritanya diangkat dari kisah nyata seorang wanita yang berjuang melawan kanker tulang yang di derita, cerita ini juga bagus *menurut gue* tapi respons yang gue dapet malah bikin sakit hati, katanya “lebih parah” *kepala gue dipenuhi tanda ????????????????????* nih orang biasanya baca buku apa sih???? Dan akhirnya gue memutuskan bahwa orang ini gak seharusnya diajak membahas masalah buku daripada gue sakit hati sama responnya alhasil, gue hapus riwayat percakapan gue sama tuh orang. DI BAIKIN AJA SUSAH BANGET!!!!!!!! oke nani calm down, jangan emosi okeeeeee *tarik nafas* daripada inget-inget respon tuh orang mending nulis lagi sambil denger lagu payung teduh.

ARGHHHHHHHH SAMPE SEKARANG MASIH EMOSI…. Padahal gue udah ada rencana pinjemin tuh orang buku lain yang useful banget, tapi gara-gara responnya kemungkinan besar gue bakal berhenti deh ngebahas masalah buku bagus dan berhenti untuk berusaha akrab sama tuh orang.. *gak ngerti niat baik banget*
Padahal kalo lo semua mau tau, gue itu bukan tipikal orang yang rela membiarkan buku gue dipinjem sama orang dan gue juga bukan tipikal orang yang akan dengan sangat mudah memberikan buku gue ke orang lain. Itu hanya gue lakukan ke orang-orang tertentu aja. Bahkan gue inget banget waktu SMP gue semangat banget jelasin buku 5cm ke Nia, tapi gue nggak kasih dia pinjem buku itu. Sampe akhirnya pas duduk di bangku SMK gue nanya apa dia udah baca buku 5cm atau belom dan dia balas “udah, pinjem sama annisa, gue kan mau pinjem sama lo waktu SMP nggak di kasih” seketika gue inget percakapan gue sama nia dijalan sepulang sekolah waktu SMP dulu, waktu itu nia berniat minjem buku 5cm yang gue ceritain namun dengan berbagai alasan gue nggak meminjamkan buku itu. karena bagi gue, buku adalah hal yang nggak boleh orang lain minjem kecuali orang-orang tertentu, apalagi waktu itu gue sama nia nggak akrab.

Dan waktu SMK dulu, gue inget banget pernah tukeran buku sama adek kelas yang suka baca novel juga. gue lupa namanya. Sebenernya gue nggak begitu akrab sama dia, tapi karena gue nyaman sama dia (karena ngerasa nyambung ngebahas buku2) alhasil pas gue lulus, gue kasih dia kenang-kenangan salah satu buku terbaik yang gue punya dengan harapan dia suka sama buku itu. Dia seneng banget dikasih buku itu. dan itu udah lebih dari cukup.
Waktu SMK juga gue pernah sampe nggak bisa tenang lantaran buku gue ketinggalan di kelas, sadar buku gue ketinggalan akhirnya di dalem angkot gue telpon lita untuk minta tolong ambilin buku gue di kolong meja. Terus nggak lama, lita bilang kalo buku gue nggak ada, mereka udah nyari ke semua kolong meja. Gue syok. Gue speechless. Itu buku kesayangan gue. Finally, gue sempet ngomel-ngomel ke adek kelas siang yang nempatin kelas gue karena gue mengira buku gue di ambil sama salah satu dari mereka. Tapi, setelah gue pikir-pikir lagi kemungkinannya nggak banget, soalnya anak-anak bandel kayak mereka mana mungkin baca buku renungan yang kata-katanya puitis dan berat gila. setelah beberapa hari berlalu, nia ngaku kalau dia sama lita yang ngumpetin buku gue-_- Nia, Lita, yang kamu lakuin ke saya itu BEJAAAATTTTT JAHAAAAAAAATTTTTTTTTTTTTTTTTTT!!!!!!!!!!!!

Nah, jadi bisa disimpulin kalau gue itu nggak bisa ngasih pinjem buku gue ke sembarang orang, bahkan dengan sepupu gue aja gue tagihin terus sampe dia kepusingan dan di balikin. Sementara orang ini gue kasih dia kesempatan untuk minjem buku gue dan akan dengan sangat senang hatinya gue pinjemin buku-buku yang lain yang belum sempet gue kasih tahu. tapi tanggapannya kemarin cukup buat gue berpikir bahkan untuk nggak berkomunikasi lagi sama dia, entahlah. Kayaknya gue salah deh sempat kagum sama dia *ketawa getir* atau gue yang terlalu berharap kalau orang-orang yang gue temui punya minat yang sama akan suatu hal, yang ternyata gue salah besar.
Yaudahlah, seenggaknya orang ini kasih gue pelajaran baru 😃

No comments:

Post a Comment