Setiap
orang nggak mungkin punya ketertarikan yang sama akan suatu hal, selalu ada
perbedaan antara orang satu dengan orang yang lain. Kita juga gak bisa
memaksakan orang yang gak suka akan suatu hal untuk bisa menyukainya, sesimpel
itu.
Gue
suka baca novel, novel apapun baik itu terjemahan ataupun karya asli penulis
tanah air, selama novel itu memiliki tulisan yang bagus dan gak hanya sekedar
untuk menghasilkan ending yang bahagia melainkan ending yang bisa buat kita
merenung *karena kehidupan gak seperti drama korea* pasti bakal gue baca, dan
pasti bakal gue beli :D asalkan jangan kasih gue novel yang judulnya
gitulah……..
Dari
SMP gue emang udah mulai nunjukin kalau gue nggak terlalu suka baca novel-novel
dengan judul seperti FTV di salah satu stasiun tv, judul yang terlalu
mengada-ada dan selalu berakhir bahagia, padahal gak semua hal itu berakhir
dengan bahagia kecuali drama korea atau sinetron Indonesia. Alhasil novel-novel
kayak gitu memang paling jarang gue lirik kalo lagi beli buku, gue lebih suka
dengan judul novel yang mengandung nilai estetik di dalamnya dan baca
sinopsisnya juga, jadi gak main judge gitu aja. Tapi bukan berarti gue gak suka
baca novel dengan judul mengada-ada hanya saja gue kurang begitu tertarik
dengan novel cinta-cintaan gitu deh apalagi kalau judulnya kayak FTV, kecuali pas baca sinopsisnya ada
kata-kata yang menggambarkan keindahan seni merangkai kata baru gue beli tuh
novel, yah yang puitis-puitis romantic gitu *malu ngakunya* yang nggak kayak
tulisan gue ini pastinya.
Dan
disini gue juga mau cerita tentang buku yang berjudul “PEREMPUAN-PEREMPUAN TAK
BERWAJAH” kalo ada yang pernah ngestalk blog ini, pasti di salah satu postingan
bakalan baca cerita gue tentang nih buku. Kalo baca judulnya apa yang ada dalam
pikiran lo tentang isi dari buku ini? Secara judulnya aja kata seseorang
“terlalu berat” padahal itu Cuma pandangan dia aja, karena pandangan setiap
orang kan beda-beda J
hayoooo ada yang mau jawab? Kalau kata beberapa temen, mereka sepakat
mengatakan bahwa buku ini berisi tentang perempuan yang nggak punya malu.
perempuan-perempuan yang memang melakukan apapun semaunya dengan ber-asas-kan
apa yang ia percayai ya ia jalani, misal tentang (maaf) wanita-wanita yang
menjajakan diri, atau melakukan hal-hal di luar yang dilakukan wanita lain
namun dalam arti “negative”
Gue pribadi waktu pertama kali baca judulnya
mengira ini akan berkisah tentang prostitusi dan sebagainya, tapi ternyata
salah besar. Yup salah besar. Karena buku yang ditulis Francesca Marciano ini
menceritakan tentang kisah seorang jurnalis (Imogen Glass) dan fotografernya
(Maria Galante) yang di tugaskan untuk meliput sebuah berita tentang kawin
paksa di kabul, yang sebenarnya lebih concern ke masalah angka bunuh diri yang
meningkat lantaran mereka (gadis-gadis di Kabul) yang dipaksa menikah lebih
memilih mati dengan membakar dirinya sendiri daripada menikah dengan laki-laki
yang usianya (dalam buku diceritakan) bisa 3x usia gadis itu sendiri. dalam
buku ini juga di ceritakan bagaimana sebelum berangkat ke Kabul Maria Galante
yang baru pertama kali ditugaska ke Negara konflik tersebut harus mengikuti
pelatihan yang dilakukan oleh mantan anggota militer untuk menguji ketahanan
dalam menghadapi situasi darurat, diajarkan untuk mengenal jenis-jenis senjata
dan pertolongan pertama yang harus dilakukan dalam situasi genting. Namun yang
lebih keren dari buku ini, yaitu tentang pergolakan hati Maria yang harus
memilih egonya untuk bisa berprestasi dalam karirnya atau mengedepankan
moralnya atas nama manusia.
Sumpaaaaaaaaaah, ini buku keren banget, karena
kalau kita bacanya pake *nunjuk dada kiri yang berisi jantung* lo pasti bakal
menemukan hal-hal yang buat lo merenung, karena buku ini di tulis dari sudut
pandang seorang wanita yang,,,, dia wanita seutuhnya, dalam arti dia wanita
usia 32 tahun yang patah hati lantaran calon suaminya selingkuh, setres berat
dengan perpisahannya, kadang dihantui oleh ingatan tentang ibunya yang sudah
meninggal, butuh perhatian lebih, dan dia juga ingin berprestasi dalam bidang
yang ia tekuni. Pokoknya manusiawi banget. dalam cerita itu juga menceritakan
sosok partner kerjanya Imogen Glass yang punya obsesi besar untuk selalu
berprestasi dalam pekerjaannya, cerdas, dominan, dan (yang gue tangkep ya)
nggak terlalu punya rasa empati jika dibandingkan Maria yang melihat segala
sesuatu gak Cuma dari sudut pandangnya aja tapi bisa merasakan apa yang
dirasakan orang lain. Pokoknya ini perpaduan sifat yang menarik banget deh. Lo
harus baca biar bisa tahu!!!! Karena gue gak mungkin menjelaskannya sedetail
mungkin, kecuali lo mau bayar gue :D
Pasti
dalam pikiran lo terngiang, kenapa judulnya perempuan-perempuan tak berwajah
kalau ceritanya tentang 2 jurnalis yang ditugasin ke Kabul? Nah,
jadi gini, dalam cerita ini menjelaskan bahwa di Kabul itu masih sangat tabu
dengan yang namanya fotografi, bahkan kalau ada fotografer yang mengambil
gambar seseorang tanpa persetujuan yang bersangkutan bakal kena hukuman
seberat-beratnya. Kok gitu? Iya gitu, soalnya Kabul kan Negara yang mayoritas penduduknya
beragama muslim *gue gak bisa jelasin nih disini soalnya pemahaman gue
parah=gak ngerti* pokoknya ada statement yang menyatakan “bisa menghadirkan
syahwat” jadinya disana memang tabu dengan hal-hal semacam itu, jadi itu yang
menjadi kesulitan Maria (fotografer) untuk bisa mengambil gambar mereka, karena
tiap kali Maria mengeluarkan kamera ia akan mendapati tatapan-tatapan
ketakutan, kemarahan, dan penolakan yang membuat hati Maria bergejolak, apakah
ia tetap melanjutkan mengambil gambar untuk bisa membuat Imo Glass senang atau
mengikuti hatinya untuk bisa menjaga hati para wanita tersebut. Dan nanti lo
juga bakal nemuin hal-hal menarik di akhir cerita ini :D bacaaaaa yaaaaa….
So,
meskipun (lagi-lagi) kata orang “judulnya berat” tapi nggak berdampak ke isi,
karena ini novel ya bukan buku pengantar ilmu politik *ketawa ngakak* sebuah
pelajaran juga bahwa kita seharusnya gak menilai buku itu dari judulnya aja
*buat gue jugak hahahah* kalo lo Cuma baca judulnya aja nggak akan tahu isinya
gimana, kayak lo baca surat tapi yang di baca Cuma kopnya aja mana tahu isinya
tentang apaaaaaa? Iya kan??????
Sebenarnya
gue nulis ini lantaran agak kesal sama orang yang bilang buku ini “judulnya
berat” padahal gue Cuma kepingin dia baca novel keren ini, lo tau
nggak? Temen gue aja mau pinjem buku ini nggak gue kasih, sementara dia? Justru
gue yang nawarin minjemin tapi responnya malah buat gue kesel. Gue aja nggak
yakin buku yang dia pinjem bakal di baca sampe tuntas, entahlah. Pas baca
respons itu akhirnya gue tawarin dia novel lain yang ceritanya diangkat dari
kisah nyata seorang wanita yang berjuang melawan kanker tulang yang di derita,
cerita ini juga bagus *menurut gue* tapi respons yang gue dapet malah bikin
sakit hati, katanya “lebih parah” *kepala gue dipenuhi tanda ????????????????????* nih orang biasanya baca buku apa sih????
Dan akhirnya gue memutuskan bahwa orang
ini gak seharusnya diajak membahas masalah buku daripada gue sakit hati
sama responnya alhasil, gue hapus riwayat percakapan gue sama tuh orang. DI
BAIKIN AJA SUSAH BANGET!!!!!!!! oke nani calm down, jangan emosi okeeeeee
*tarik nafas* daripada inget-inget respon tuh orang mending nulis lagi sambil
denger lagu payung teduh.
ARGHHHHHHHH
SAMPE SEKARANG MASIH EMOSI…. Padahal gue udah ada rencana pinjemin tuh orang
buku lain yang useful banget, tapi gara-gara responnya kemungkinan besar gue
bakal berhenti deh ngebahas masalah buku bagus dan berhenti untuk berusaha
akrab sama tuh orang.. *gak ngerti niat baik banget*
Padahal
kalo lo semua mau tau, gue itu bukan tipikal orang yang rela membiarkan buku
gue dipinjem sama orang dan gue juga bukan tipikal orang yang akan dengan
sangat mudah memberikan buku gue ke orang lain. Itu hanya gue lakukan ke
orang-orang tertentu aja. Bahkan gue inget banget waktu SMP gue semangat banget
jelasin buku 5cm ke Nia, tapi gue nggak kasih dia pinjem buku itu. Sampe
akhirnya pas duduk di bangku SMK gue nanya apa dia udah baca buku 5cm atau
belom dan dia balas “udah, pinjem sama annisa, gue kan mau pinjem sama lo waktu
SMP nggak di kasih” seketika gue inget percakapan gue sama nia dijalan sepulang
sekolah waktu SMP dulu, waktu itu nia berniat minjem buku 5cm yang gue ceritain
namun dengan berbagai alasan gue nggak meminjamkan buku itu. karena bagi gue,
buku adalah hal yang nggak boleh orang lain minjem kecuali orang-orang
tertentu, apalagi waktu itu gue sama nia nggak akrab.
Dan
waktu SMK dulu, gue inget banget pernah tukeran buku sama adek kelas yang suka
baca novel juga. gue lupa namanya. Sebenernya gue nggak begitu akrab sama dia,
tapi karena gue nyaman sama dia (karena ngerasa nyambung ngebahas buku2)
alhasil pas gue lulus, gue kasih dia kenang-kenangan salah satu buku terbaik
yang gue punya dengan harapan dia suka sama buku itu. Dia seneng banget dikasih
buku itu. dan itu udah lebih dari cukup.
Waktu
SMK juga gue pernah sampe nggak bisa tenang lantaran buku gue ketinggalan di
kelas, sadar buku gue ketinggalan akhirnya di dalem angkot gue telpon lita
untuk minta tolong ambilin buku gue di kolong meja. Terus nggak lama, lita
bilang kalo buku gue nggak ada, mereka udah nyari ke semua kolong meja. Gue
syok. Gue speechless. Itu buku kesayangan gue. Finally, gue sempet
ngomel-ngomel ke adek kelas siang yang nempatin kelas gue karena gue mengira
buku gue di ambil sama salah satu dari mereka. Tapi, setelah gue pikir-pikir
lagi kemungkinannya nggak banget, soalnya anak-anak bandel kayak mereka mana
mungkin baca buku renungan yang kata-katanya puitis dan berat gila. setelah beberapa
hari berlalu, nia ngaku kalau dia sama lita yang ngumpetin buku gue-_- Nia,
Lita, yang kamu lakuin ke saya itu BEJAAAATTTTT
JAHAAAAAAAATTTTTTTTTTTTTTTTTTT!!!!!!!!!!!!
Nah,
jadi bisa disimpulin kalau gue itu nggak bisa ngasih pinjem buku gue ke
sembarang orang, bahkan dengan sepupu gue aja gue tagihin terus sampe dia
kepusingan dan di balikin. Sementara orang ini gue kasih dia kesempatan untuk
minjem buku gue dan akan dengan sangat senang hatinya gue pinjemin buku-buku yang
lain yang belum sempet gue kasih tahu. tapi tanggapannya kemarin cukup buat gue
berpikir bahkan untuk nggak berkomunikasi lagi sama dia, entahlah. Kayaknya gue
salah deh sempat kagum sama dia *ketawa getir* atau gue yang terlalu berharap
kalau orang-orang yang gue temui punya minat yang sama akan suatu hal, yang
ternyata gue salah besar.
Yaudahlah,
seenggaknya orang ini kasih gue pelajaran baru 😃
No comments:
Post a Comment