Saturday, November 28, 2015

si pandir

sudah akan segera dimulai jon, apakah gue belajar? jawabannya sudah pasti kawan, tidak. gue sudah sangat sibuk dengan puisi-puisi tak karuan gue yang memenuhi segala penjuru buku yang masih sangat memungkinkan untuk menulis puluhan puisi lagi sebelum akhirnya gue salin ke word. alhasil, ketika menunggu waktu yang tinggal seper sekian menit ini gue hanya mampu berdoa agar semuanya berjalan lancar. parahnya, gue baru ingat tentang hal besar ini semalam ketika gue tengah duduk merenung di depan tv. dengan perasaan senang bercampur dag-dig-dug gue mempersiapkan diri, seenggaknya agar gue enggak lupa dan tiba di warnet tepat pada waktunya. benar, gue berhasil tiba di warnet tepat pada waktunya, namun itu warnet pertama, karena ternyata warnet pertama sangat sarat gamers hingga tak menyisakan 1 komputerpun. alhasil gue berlari ke warnet kedua, emang dasar rezeki anak sholeh pas gue tiba ternyata masih banyak tersisa komputer untuk gue, tapi sayang ini adalah warnet yang di peruntukan untuk para gamers alhasil konsentrasi gue semakin semerawut, ditambah lagi dengan anak yang memutar mp3 sekeras jidat, malah lagunya lagu yang gak gue ngerti amboi.

soal didepan mata, gue semakin gila. udahlah, kalopun gak bisa yang terpenting gue udah usaha, apapun hasilnya jelas sudah itu adalah kesalahan yang telah gue ciptakan sendiri. biarlah, nasi sudah enyah dan dimakan oleh ikan lele. anggap aja, ini sebagai game yang telah selesai gue lalui dengan keadaan tak sadarkan diri alias mabok. meskipun didalam hati ada sedikit penyesalan, wajarlah manusia *biar gini-gini kan gue juga manusia*.

tiba-tiba pas lagi asyik browsing gue sempat menyesali sesuatu yang telah terjadi, beberapa waktu yang lalu gue sempet berangkat buat beli modem, karena gue ini orangnya rada-rada enggak beres, alhasil gue lari beli modem ke blok m bukannya di tempat dimana gue seharusnya membeli. sesampainya disana, gue kehilangan kesadaran jon, niat awal  gue hilang ketika melihat banyaknya buku-buku disana. di tengah kedinginan lantaran keujanan gue pun menjelajah toko-toko buku di blok m square itu dengan suka ria, main ambil buku-buku, main bayar, dan... gue kehabisan duit buat beli modem, lantaran gue terlalu banyak membeli buku. tapi gue senang dengan buku yang gue beli, meskipun gue harus terengkeh-rengkeh membawa buku yang super berat itu. kini, ketika semua buku sudah tuntas gue baca, gue pun menyesali keputusan gue. seandainya gue beli modem, pasti hari ini gue ngerjain soal di dalem kamar dengan nyaman dan tanpa gangguan kayak sekarang ini hihihi, tapi gak apalah, belum tentu dirumah koneksinya jauh lebih baik, apalagi rumah gue di gunung yang mana sinyalnya bisa bikin orang kepingin banting hape hingga hancur berkeping-keping. dan mungkin ini juga suatu keputusan terbaik untuk memindahkan gayus ke lapas gunungsindur hahahahaha...

soal tuntas gue kerjakan, dengan hasil yang pasti gak kalah gak karuannya, apalagi gak ada soal bahasa indonesianya. tapi, izinkan sekali lagi gue untuk bersyukur, alhamdulillah selesai jugaaaaa....

Wednesday, November 18, 2015

AKAN KU SELAMATKAN



Cerita ini bermula disebuah desa nun jauh disana, kita sebut saja inisialnya Rawakalong.
Pada suatu siang menjelang sore awan hitam terlihat menghiasi langit desa tersebut tanda bahwa hujan akan segera turun *ya keleus hujannya naik*
Dari jauh, terlihat dua orang anak tengah bermain dirumah tetangganya. Anak perempuan itu terlihat tidak tampan terlebih karena dia bukan laki-laki, tidak berjakun, apalagi berkumis hitam, lagi-lagi itu karena dia bukan laki-laki, dia pun tidak bersuara besar layaknya laki-laki terlebih karena anak perempuan itu masih anak-anak dan bukan laki-laki *bingung*.
Sementara itu, di teras rumah yang anak perempuan itu kunjugi terdapat satu unit motor terparkir dengan takzim, sebut saja motor itu hsams. Motor itu terlihat sangat mengilat seperti baru, padahal motor itu memang motor baru, bahkan bannya saja hitam dan tebal seperti ban motor baru padahal ban motor itu memang baru,yah seperti itulah pokoknya.
Gerimis datang, anak-anak yang tengah sibuk bermain itu tak menghiraukan hujan yang akan segera turun, malah mereka semakin senang bermain. Sampai akhirnya seorang kakek datang dari kejuhan seraya membawa karung berisi rumput. Kakek itu terlihat sedikit berlari menuju kandang kambingnya, lantas melempar rumput sekenanya. Tak perduli bahwa kambingnya merintih kesakitan tersabet parang bawaannya *ceritanya mendramatisir padahal gak kayak gitu*. Ternyata Kakak tersebut bergegas untuk meneduhkan motor ke beranda rumah karena hujan deras hampir tiba, tanpa bak-bik-buk sang kakek yang tidak disebutkan namanya tersebut memindahkan motor. Tak jauh dari situ anak-anak perempuan yang tengah bermain diteras rumah menertawakan aksi sang kakek yang berjuang menyelamatkan motor.
Sang kakek tak sadar bahwa sejak beberapa saat lalu diam-diam ia ditertawakan oleh 2 anak perempuan yang bukan laki laki itu, satu dari dua anak perempuan itu hanya memakai celana dalam dan kaus kutang sementara yang satunya lengkap tanpa busana *heh?*

Mungkin kalian bertanya, mengapa 2 anak perempuan yang bukan laki-laki itu tertawa?
Mudah saja,
Kakek-kakek yang tengah berusaha menyelamatkan motor sang cucu itu tak bisa mengendarai sepeda motor, untuk memindahkannyapun ia tak tahu caranya bagaimana. Yang ia tahu mendorong, membelokkan,dan memundurkan. Bahkan iapun tak mengerti apakah motor itu terkunci atau tidak, karena menurut sang kakek teorinya sama mendorong, membelokkan dan memundurkan tanpa tahu bahwa motor itu stangnya harus diluruskan terlebih dahulu. Alhasil yang terjadi adalah, sang kakek tak menyadari bahwa ia terus mendorong motor yang dalam keadaan stang terkunci tersebut dan untuk beberapa saat ia dan motornya terus berputar-putar ditempat.
Dua anak perempuan yang menyaksikan aksi itu sontak tertawa dan membuat sang kakek kebingungan dan akhirnya menyadari aksinya, lantas apa yang terjadi kemudian?
Anda  benar, sang kakek justru memundurkan motornya yang lagi-lagi membuatnya berputar ditempat dengan posisi mundur kebelakang. Super sekali saudara.
Nah, untuk teman-teman, jadikan ini sebagai bahan pembelajaran yak. Agar kalian menghormati orang yang lebih tua, jika mereka salah, bantulah, jika memang tak bisa seperti kedua anak kecil tadi sadarkanlah, tertawalah, tertawalah, maka sang kakekpun menyadari kesalahannya. Lantas apa yang akan terjadi? Anda benar, Sang kakek berusaha menyeret motor ke beranda rumahnya, menakjubkan!! Andai saja sang cucu tak keluar, mungkin aksi menyeret motor itu benar-benar akan terjadi hahahahahaa.

Tuesday, November 3, 2015

Untuk Yang Pernah Terlewat…



Terkadang sesuatu itu hadir, mengisi setiap relung jiwa yang kosong dan butuh akan kehadiran sosok yang menyenangkan.
Aku teringat ketika hujan membawakan sesosok yang tak kukenal mendekat dan berdiri tepat disampingku, ia terlihat hampir basah karena terlalu jauh mencari tempat berteduh. Kuperhatikan ia sibuk mengelapi lengan kemejanya dengan tangan yang juga basah dan sesekali mendekap erat tubuhnya seolah ingin memberikan kehangatan kepada dirinya sendiri.
Aku berpikir,  mungkin jika bukan karena hujan waktu itu, aku tak akan pernah mengenalnya. Mngh, maksudku, ketika seorang teman mengenalkanku dengannya tempo hari, aku hanya bisa diam dan tak ada bahan pembicaraan yang akan membawa kami pada obrolan panjang lebar yang ternyata membawa kami pada situasi yang membingungkan.
Pernah suatu ketika, aku bertemu dengannya disebuah pesta pernikahan seorang teman. Pada saat itu aku melihatnya dengan seorang wanita, mereka berdua tampak sangat serasi. Sementara aku, aku sendiri menghadiri pesta itu bersama kekasihku. Disana, kami saling bercerita, saling mengenalkan pasangan kami masing-masing.
Ah, kenangan, seandainya semua itu dapat kembali tak akan ku berada dalam situasi seperti saat ini.

Beberapa waktu yang lalu aku mendekap kembali kenangan itu, membawanya melewati mesin waktu, dan lantas menghadirkan sisi terbaik dari sebuah masa yang telah usang.
Ia memang tak seindah dulu, yang mampu menjadikan hembusan angin menjadi sajak rindu yang menghanyutkan, dan menjadikan udara panas menjadi sejuk lewat senyum yang selalu tersungging dibibirnya. Kini, kenangku telah terbawa arus waktu yang membawa luka sendiri untukku. Bahkan sajak cinta yang pernah ia ciptakan berubah menjadi pisau belati yang tersembunyi dibalik punggungnya, yang kapan saja dapat melukai hati siapapun yang menentangnya.
Mata kami bertemu, namun tak ada kata terucap selain suara hembusan nafas kami yang seolah mewakili setiap perasaan malam itu. Ia sibuk dengan kopi yang terus mengambil perhatiannya dariku. Sementara itu, aku diam memerhatikan sikapnya yang sedingin udara malam kota batu.
“seandainya kita tak berbeda, apa kau tetap dengan keputusanmu?” ia membuka mulutnya dengan pertanyaan yang sangat sulit untukku menjawab itu.
Aku tak langsung menjawab pertanyaannya, aku butuh waktu untuk memilah setiap kata yang akan keluar dari mulutku. Bahkan jika bisa memilih, aku tak ingin menjawab pertanyaan itu, aku tak mau.
“tak ada kata seandainya untuk kita zacki” aku menatap matanya yang kini menatapku dengan penuh harap “yang kita hadapi saat ini adalah sebagian kecil dari rahasia Tuhan. Tak ada kata bahwa kita ini berbeda atau sama, karena sebenarnya kita ini memang sama. Tuhan hanya satu, hanya saja cara kita meyakininya yang berbeda”
Aku meraih jaket yang tersimpan di kursi sebelahku dan mengenakannya “aku gak bisa berlama-lama, sampai disini pertemuan kita. Salam untuk istrimu” aku tersenyum meninggalkannya yang tengah terpaku dengan kepergianku. Tuhan, aku tak bisa berlama-lama dengannya untuk meratapi nasib kisah kami yang tak seindah kisah lain. Terlebih, aku tak ingin bernostalgia dengan masa lalu yang telah terbang bersama kehidupan seorang wanita yang mencintainya dengan sepenuh hati karena Tuhan, dan aku tak mungkin membiarkannya terus bersamku demi meratapi kisah tak bertuan. Ia telah berada disetiap mimpi sempurna wanitanya, menjadi anak yang diinginkan orangtuanya.  Cukuplah itu untukku, setidaknya takkan ada air mata seorang ibu yang menangisi keputusan anaknya.

Selepas malam itu, aku tak pernah lagi berhadapan dengannya, aku memutuskan untuk meninggalkan kota batu sesegera yang ku mampu. Meninggalkan sejuta kenangan yang dengan manisnya pernah kami bawa, seraya berharap setiap mimpi kami akan berakhir manis tanpa air mata. Namun kenyataannya berbeda, Tuhan memberikan kami sebuah suguhan yang tak hanya membuat kami yang hancur, melainkan orangtua. Hancur. Putus asa. Seperti itulah perasaan kami, bahkan aku tak mampu meredam rasa kecewaku terhadap kenyataan, aku bertingkah seperti remaja putus cinta yang memandang dunia seolah tak berpihak padaku, aku melarikan diri ditengah kecewa dan berharap semua akan baik saja setelah aku kembali.

Kini, aku memulai kembali semuanya. Tak ada sesuatu yang ku sesali dari pertemuanku dengannya, karena semua yang kami hadapi kemarin adalah rahasia besar Tuhan yang telah terbuka untuk kami. Pertemuan bukan berarti bahwa kami akan terus bersama, pertemuan adalah bagian dari sebuah perasaan dan keikhlasan. Bahwa pada akhirnya disaat-saat terburukku aku harus mampu mengikhlaskan perasaanku terhadapnya, dan membiarkan ia bersanding dengan seseorang yang telah sangat mencintainya. Tak ada yang salah antara aku dan kamu, hanya saja, masa muda membuat kita memandang segala sesuatu sebagai cinta.
“jangan kecewakan aku, bahagiakan istrimu. Dia adalah pilihan yang tepat” aku tersenyum meraih undangan yang tergeletak di meja kerjaku siang itu, ia memberikannya dengan wajahnya yang bimbang.
“aku akan datang dengan gaun terbaikku, kau akan melihat aku dengan penuh kekaguman” gurauku, kami berduapun tertawa. Hanya saja, ia tak tahu bahwa tawaku terganjal hati yang perih. Bagaimana mungkin aku tak tahu, bahwa pernikahannya bertujuan untuk memisahkan aku dengan Zacki.
Lepaskan dia Amanda, suara hatiku saat itu berbisik “maaf pak Zacki, saya rasa sebentar lagi saya akan ada meeting external” tandasku seraya menatap jam di lenganku.
“amanda” panggilnya ketika aku tengah ‘menyiapkan’ berkas untuk meeting “maafkan aku atas setiap luka yang membuatmu kecewa. Aku tak tahu jika semuanya akan seperti ini” ia menatapku dalam “aku tak menyalahkanmu jika kamu membenciku”
“sudahlah, tak perlu ada yang dimaafkan”
Seketika kami hanya menatap satu sama lain, tak ada kata yang keluar untuk beberapa waktu sampai akhirnya ia memutuskan untuk pamit dan meninggalkanku sendiri.
Sejenak, aku terbawa oleh lamunan yang membawakanku luka dan lantas membuatku berlinang air mata. Pergilah bersama wanitamu, aku akan baik-baik saja. Jangan khawatirkan aku.
Namun lagi-lagi kenyataan membawaku pada situasi sulit, diam-diam kami masih tetap meluangkan waktu untuk bertemu. Walau hanya untuk sekedar membicarakan rutinitas.
Aku mengerti bahwa direlung hatinya masih ada aku, tapi apakah pantas aku menemui laki-laki yang pernah sangat kukasihi sementara ia telah beristri?
Dikegamangan itu, ia mengajakku bertemu di kota batu. Tempat yang telah menghadirkan segala hangatnya kebersamaan kami sebelumnnya, tempat yang menjadi saksi setiap janji dan juga tawa kami. Tempat yang juga aku memutuskan untuk melupakannya selamanya dari hidupku.

Aku bukan wanitamu, dan kau bukanlah lelakiku. Mengertilah, aku takkan pernah kembali ke masa lalu dan mengulang kesalahan yang pernah kita lakukan. Hiduplah untuk masa depanmu, bersama wanita yang menjadikanmu imamnya dan menumpukan segala harapannya daripada kamu.
Aku mencintaimu, dulu..

Pernikahan Dini



pernikahan dini bukan cintanya yang terlarang, hanya saja waktu belum tepat untuk merasakan semuaaaa *nyenyoong*
gue memang masih terbilang muda, usia gue saat ini baru 19tahun meskipun keliatannya kayak anak kelas 5 SD, tapi gue cuek aja *anggap aja awet muda* meskipun pada kenyataannya pernah ada yang bilang gitu *ngaca di lubang sumur* *nangisssss guling-guling*

saat ini gue bukan mau ngebahas masalah umur gue, melainkan pernikahan. Eheeeemmmm, sebenernya ini agak berat yah terlebih jika mengingat tulisan-tulisan gue yang nyeleneh *garuk-garuk kepala* dan menyimpang dari unsur jalan lurus hoahahahahah.But, itu takkan menghalangi kesoktahuan gue yang satu ini mengenai pernikahan. Okeh lets to begin….

Baru-baru ini gue dapet undangan pernikahan dari seorang adek kelas gue waktu sekolah dulu, jreeenggg…jrengggg… gue sih agak terkesima melihatnya. Bukan karena kaget, terlebih gue juga udah tau jauh-jauh hari kalo dia emang udah di lamar. gak percaya aja gitu!! Terlebih jika mengingat usia yang terbilang muda. Tapi, yah beginilah kehidupan di kampung gue, gak susah buat nyari mereka-mereka yang menikah di usia remaja. Bahkan anehnya nih, anehnya… mereka justru kaget kalo liat orang usia diatas 25 tahun belom nikah, mau lo cowok atau cewek lo pasti dapet predikat “perawan/perjaka tua” parah emang warga kampung gue *geleng-geleng kepala sambil nelen ubi* tapi menurut gue, beban bullying lebih ngena buat sang cewek, kenapa?? Karena cowok mungkin masih dimaklumi kalo menikah agak telat, but kalo cewek kayaknya parah banget, di bilang perawan tua lah, kualat lah, kagak laku lah *eeh, nganape kira tahu bulat e tak laku.Tahu bulat aja masih suka di tunggu-tunggu* dan sebagainyuaaaahhhh.Padahal, banyak sekali yang harus di perhitungkan bagi para pengantin muda.
Contohnya, sudah settle kah sang calon suami? Kemapanan bisa menjadi pengaruh lho. Dalam islam sendiri nikah itu terbagi, ada yang wajib, makruh, mubah dan bahkan haram.


Factor yang mempengaruhi pernikahan dini
Gue juga bingung kenapa harus ngebahas pernikahan si dini disini -_- bukaaaannnnnn!!!!!
Pendidikan.Yah, menurut gue pendidikan menjadi factor terbesar kenapa seseorang banyak yang menikah muda. Jika di survey (kemungkianan) banyak warga desa gue yang menamatkan pendidikan mereka hanya sampai jenjang Sekolah Menengah Pertama dan selanjutnya mereka menempuh pendidikan di garment sebagai karyawan disana. Meskipun banyak juga yang menuntut ilmu hingga Sekolah Menengah Atas dan bahkan hingga ke bangku universitas. Tapi, terkadang mereka akan berakhir sama saja, Menikah Muda. Itu juga yang menjadi penyebab kenapa banyak orang disini berperinsip bahwa “wanita itu ujung-ujungnya di dapur” sebab karena mereka yang bergelar sarjana juga gak jadi apa-apa jadi buat apa sekolah tinggi-tinggi, itu pikir orangtua disini. Banyak yang bersekolah sambil berpacaran, hingga pada saat telah lulus sekolah mereka akan menggelar resepsi selang 1 atau 2 tahun setelah kelulusan dan itu berarti pendidikan saja tak cukup tanpa pengetahuan lebih. Atau mungkin sekolah hanya tameng agar pacarannya dibiayai dan biar lebih bergaya?? Bergaya dengan mengenakan seragam, membawa motor yang telah di modif dan sebagainya.
Tai kucing lah sama anak SMP yang udah panggil papah-mamah, rasanya kepingin gue sahutin “dirumah ajah masih netek lo segala panggil papah mamah” tapi emang beneran kok, gue kan pernah SMP dan temen gue banyak yang udah pacaran dengan dosis berlebihan *mau sekalian di vaksin gak??* *peace*conohnya : ada yang pamer foto kissing dan taunya waktu gue lanjut ke Sekolah Menengah Atas mereka malah kewong.
Pendidikan. Emmmmmm, kebanyakan mereka yang melanjutkan study di garment memang akan lebih cepat menikah, terlebih relasi di garment lebih banyak (karyawan PT) sehingga memudahkan saling berbagi kenalan dan saling mencomblangi. Itulah yang gue tau dari seorang teman.
Bekerja dengan sekolah itu beda!! Ini juga yang menjadi factor mereka cepat menikah. Biasanya mereka yang berhenti sekolah dan melanjutkan mencari uang dengan menjadi karyawan garment memang akan menikah lebih cepat, pertama karena biasanya mereka yang sudah memiliki pacar ketika sudah bekerja akan cendrung menjalin hubungan yang lebih serius.
Rentang waktu bekerja juga menjadi alasan, biasanya mereka yang bekerja diatas 3 tahun jika masih terlihat sendiri pasti akan mendapat prdeikat “gak laku/perawan tua” padahal teman seumurannya masih duduk di kelas 2 SMA, karena warga disini lebih melihat pada usia pekerjaan. Mereka yang sudah mencari uang sendiri seolah benar-benar sudah dewasa padahal sama saja. Then factor yang juga mempengaruhi adalah individu itu sendiri, kalo emang dasarnya udah ngebeeeet buat nikah yah apa mau dikata.

Gue mau lajut ke pengalaman pribadi. Jujur yah, tiap kali gue keluar ke mana gitu dan ketemu sama orang-orang yang gue kenal pertanyaan mendasar mereka adalah “nani udah kerja? Kerja dimana” dan selanjutnya “udah punya pacar?” waksssssssss pacar??? Daku mau focus belajar dulu… tapi itu masih mending dibandingkan doa-doa yang keluar dari mulut orang-orang yang gue temui “semoga jadi anak pinter yah…” amiiiinn jawab gue sopan“gampang jodohnya, cepet nikahnya” *tiba-tiba kejang-kejang* amboyyyyyyyyyy, mengapa bisa begini…

Eitsssss, tadi gue cerita masalah nikah dininya udah sampe dimana yah?? Kok yah malah cerita pengalaman pribadi *garuk-garuk kepala*
Pernikahan dini yang banyak terjadi di kalangan muda-mudi desa gue memang sudah berjalan cukup lama, jujur yah, banyak kok teman-teman main gue yang udah punya anak. Padahal perbedaan umur kita Cuma beberapa bulan doang, dan bahkan ada banyak yang di bawah usia gue udah nikah. Mungkin waktu dia nikah usianya baru 15 atau 16 tahun, tapi apa mau dikata, mereka udah suka sama suka dan orangtua sudah memberi lampu hijau masa iyaaa gue teriaaakkk-teriaaakkkk “jangaaaaan nikah duluuuuu, lo masih kecil, apa lo udah sanggup menjadi kepala keluarga? Apa lo udah cukup mapan untuk menikah??” dengan muka datar kayak video-video raditya dika di youtube hahahahaha.

Tau gak, biasanya orangtua di kampung gue akan bangga jika anaknya memiliki banyak teman main anak laki-laki. Mereka beranggapan bahwa, anak mereka disenangi banyak laki-laki. Tak jarang mereka justru mendukung sang anak dengan membelikan berbagai alat make up dan berbagai kebutuhan lain untuk menjaga penampilan sang anak dan bahkan ada yang bersedia membelikan sang anak sepeda motor tapi tidak melanjutkan pendidikannya atau mempagari gigi sang anak dengan kawat supaya gak kegenitan giginya. Awaaaasss!! Nanti pas dibuka gigi udah sesyaaaan (karatan) hahahahahahhh.
Coba di fikirkan, untuk kredit motor dan membuat pesta pernikahan gede-gedean aja sanggup, kenapa untuk pendidikan anak kok kayaknya berat banget. Padahal kalo mereka sadar, pendidikan anak merupakan investasi jangka panjang *Weitssssssss bahasa gueeeeee hahahahahhhh..* apalagi kalo sang anak berprestasi dalam bidang akademik, sayangkan membiarkannya meninggalkan bangku sekolah untuk sebuah pernikahan yang PASTI semuanya akan merasakannya.

So, menurut gue sih pernikahan dini bukan hanya tanggung jawab sang anak saja melainkan orangtua juga.karena di usia dini anak masih sangat labil dan sering berubah dengan sangat cepat, bisa saja setelah menikah dan harus dihadapkan dengan tantangan besar mereka lantas menyesal menikah muda dan langsung memilih untuk bercerai. Jangan sampeeee yah guys…
Pernikahan dini sebaiknya janganlah terlalu ditiruuuu, belajar saja duluuuu, bekerja dengan sungguh-sungguh dan bahagiakan orangtua. Masa iyak baru lulus sekolah langsung nikah, kapan dong waktu buat balas budi sama orangtua?? Kan kalo udah nikah pengabdian wanita akan berpindah pada suami, apa-apa harus seizin suami, karena pada saat ijab kobul semua tanggung jawab sang orangtua telah berpindah ke pundak sang suami, nah bayangin kalo suaminya masih usia 18 atau 19 tahun, yang masih senang main point blank daripada kerja. Hayoooooo siapa yang mau ditanya???Rumput-rumput yang sedang bergoyang???Atau penjaga warnet??? Gak kan??? Kalo udah begini siapa yang susah??? U’r parents brohhhh… bukan gueeee atau tetangga gue apalagi raditya dika *ngapain bawa-bawa bang raditya dika segala?????*
So, pikirkanlah dulu jika memang mau menikah.Jangan nyusahin orangtua. Kalo masih seneng main point blank atau gak COC puas-puasin lah, kalo udah nikah bakal ada yang nangisin coyyyy,,, “anaaakkk lo susunya abissss,,,, gue belom beli sayuraaannnn…. Gas udah sakarotul maut… ikan lele kejang-kejang” itulah contoh teriakkan istri lo, kalo lo nikah mudaaaa.

Yah semoga lo gak percaya sama gue, sekiaannnnn!!!!