Thursday, May 30, 2019

If I am Missing or Dead, sebuah memoar oleh Janine Latus (21/100)

Pukul 2.10 dini hari saat gue menyelesaikan membaca sebuah buku berjudul "if i am missing or dead" karya dari Janine Latus, sebuah memoar yang ia tulis berdasarkan kisah yang di alaminya sendiri, perihal cinta, kekerasan dan pembunuhan.

Buku ini di mulai dengan sebuah prolog yang tertulis tentang bagaimana pada akhirnya ia bisa meninggalkan pernikahannya, keluar dari ketakutannya dan rasa bahagia setelahnya. Di bagian lain, Janine menuliskan tentang telepon dari kakaknya, Jane, yang menginformasikan bahwa salah seorang dari rekan kerja Amy (adik mereka) menghubungi Jane dan memberitahu bahwa sudah 3 hari Amy tidak datang ke kantor dan tidak ada kabar. Saat Janine mendengar informasi tentang itu, Janine sudah bisa menduga apa yang telah terjadi pada adik bungsunya, ia telah di bunuh.

Buku setebal 433 halaman ini terdiri dari 31 bab di dalamnya, dimana pada masing-masingnya menceritakan bagaimana kehidupan keluarga Janine; awal kelahiran Amy, masa kecil keluarga mereka yang terdiri atas 7 orang (orangtua + 5 bersaudara). Bagaimana Amy menjadi saudara yang paling dekat dengan Janine, menjadi saudara yang paling ia percayai untuk mendengarkan cerita-ceritanya, yang mendukung Janine saat ia keluar dari rumah karena tidak tahan dengan sikap ayahnya dan bagaimana Amy yang nekat lompat dari bis sekolah agar bisa berhenti di SMA tempat Janine sekolah untuk menitipkan bantal buatannya lewat salah seorang guru Janine.

Hampir isi dari buku ini menceritakan tentang betapa dekatnya hubungan antara Janine dengan Amy, setelahnya tentang keluarga mereka, terutama Ayah mereka yang memiliki sifat yang (menurut gue) cukup aneh dan dalam hal ini membuat gue beranggapan bahwa ayah mereka memiliki gangguan kejiwaan. Gue mengambil kesimpulan itu lewat bagaimana caranya memperlakukan anak-anaknya, karena dalam memoar yang di tulis oleh Janine ini dia menceritakan tentang bagaimana di usianya yang sudah menginjak remaja sang ayah masih terus menariknya ke dalam pangkuannya. Di luar itu mana ada ayah yang memegang bokong anaknya? Mana ada ayah yang mencium anaknya di bibir dan menggunakan lidah? Diluar itu, mana ada ayah yang tidak menampakkan kesedihan pada acara pemakaman Putri kandungnya? Yang justru memberikan pidato mengerikan. Pokoknya dengan hanya sekedar membaca memoar ini aja udah cukup buat gue merasa jijik sama Bokapnya Janine ini. Seriusan!!!

Dan tidak lupa ada bagian tentang kekerasan yang pernah di alami Janine sebelum ia bertemu Kurt dan akhirnya tentang rumah tangganya yang ternyata penuh dengan ketegangan, amarah-amarah suaminya, ketakutannya yang selalu di salahkan, rasa kasih sayang yang di selingi dengan ketidak percayaan, pertengkaran demi pertengkaran dan banyak hal lain yang sangat menarik untuk di ketahui.

Buku ini memberikan gue pemahaman tentang rasa "ingin dicintai dan menjadi diinginkan" oleh wanita yang pada akhirnya membuatnya salah dalam bertindak, membuat sebagian dari kita menjadi tidak menggunakan "otak" dalam bertindak karena semua upaya yang dilakukan hanya untuk tampil semenarik mungkin agar selalu diinginkan dan di cintai. Namun secara tidak sadar usaha yang kita lalukan hanya membuat kita seperti property bagi laki-laki, yang bisa di pamerkan, yang harus menuruti perkataannya, dan semacam itu. Itu pandangan gue, bisa aja gue salah dalam menafsirkannya. Tapi jika dilihat bagaimana sikap Kurt terhadap Janine, gue merasa bahwa... Kok ada laki-laki seperti ini? Kok ada wanita yang mau di perlakukan kayak gitu? Dan menurut gue hal ini terjadi karena rasa ingin selalu diinginkan dan di cintailah yang membuat manusia menutup mata atas kejanggalan dalam hal ini, hal yang pada akhirnya membuat kita menutup mata dari realita.

Amy, yang sebenernya menjadi pokok pembahasan, yang kisahnya bisa menginspirasi pembaca bedasarkan kesaksian Janine tumbuh sebagai anak yang berani, cerdas, dan memiliki selera humor yang baik. Namun disisi lain kisah cintanya berjalan nggak sebaik Janine, pada pernikahan pertamanya ia mendapatkan suami seorang pecandu alkohol (yang di ketahui setelah pernikahan) dan nggak lama setelah pernikahan Jim (mantan suami Amy) di pecat dari tempatnya bekerja dan menjadikannya pengangguran, yang berdasarkan penuturan dalam buku ini Jim jauh lebih banyak kehilangan pekerjaan dari pada mempertahankannya. Amy yang cerdas pada saat itu menjadi penyokong utama keuangan keluarga kecilnya, membayar setiap tagihan, belanja, memenuhi keperluan sehari-hari, membawa mobilnya kebengkel untuk service sendiri, menanggung makan, menanggung seluruh hutang, dan bagaimana Amy datang tiap minggunya ke kelompok pendukung untuk para pecandu alkohol. Lo bakal menemukan dimana lo akan gemas, kenapa sih laki gitu bukan di tinggalin. Dan meskipun Amy sering merasa kesal, pernah meninggalkan suaminya, tetapi tetap ia kembali lagi karena suaminya berjanji bakal berubah. Karena wanita menilai sesuatu dengan hati, melihat sesuatu dengan perasaan dan berharap banyak pada janji jadilah kita berpikir, kenapa nggak? Tapi ternyata, faktanya, bummmmmmmmmmm, di kecewakan lagi!!!!

Tapi, pada akhirnya Amy berhasil meninggalkan Jim setelah 5 tahun berumah tangga. Ia berhasil hidup sendiri meski sempat dirundung ketakutan. Meski dirundung keraguan karena bagaimanapun Amy takut sendiri, Amy takut tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, padahal selama ia berumah tangga jelas-jelas ia melakukan segala sesuatunya sendiri, dia yang jauh lebih banyak bekerja sementara Jim jauh lebih sering dirumahnya dan mabuk-mabukan.

Diluar itu, Janine, kakak Amy, sekaligus penulis buku ini juga berada dalam rumah tangga yang bisa di katakan penuh tekanan. Gue menangkap bahwa Janine selalu berusaha untuk selalu diinginkan dan dicintai oleh Kurt, suaminya. Dia bersedia melakukan apapun asal Kurt senang, seperti dalam tulisan ini dimana Janine berusaha untuk tampil sesuai keinginan Kurt meski ia tidak nyaman. Kurt menginginkan Janine untuk selalu tampil seksi, dan dari apa yang di deskripsiin dalam buku ini yaitu, sangat...sangat...seksi, sampai akhirnya gue beranggapan bahwa, gilakkkkkkkkk..... Diluar itu, di bab-bab terakhir lo akan di suguhkan dengan kecemburuan-kecemburuan yang itu nggak penting banget dan bagaimana laki-laki yang dulu di kenal baik itu menjadi begitu menyeramkan, kesalahan sekecil apapun bakal berakhir amukan, terus bagaimana gue merasa bahwa... Janine, dia itu gilaaaaa! Tinggalin dia!! Ah, gue nggak bisa berkata apa-apa. Pokoknya buku ini wajib buat dibaca. Karena memoar ini juga akan menyemangati lo buat terus belajar, dan berpikir lebih terbuka dan mengerti bahwa banyak hal bisa terjadi dalam pernikahan.
Oiya, gue akan memberikan sinopsis dari buku ini...

Akhirnya aku berkata, dia memukulku. Dua kali. Sangat keras.
Amy diam. Kemudian berkata, kamu baik-baik saja?
Tidak, kataku. Hidungku patah. Dan mungkin juga tulang rusukku.
Amy menarik nafas. Dia memukul wajahmu?
Ya
Dasar brengsek, katanya. Apa yang akan kamu lakukan?
Aku tidak tahu.
Kamu akan memutuskan hubungan dengannya, kan?
Tidak, jawabku. Maksudku, tidak semua salahnya.
Janine, Katanya, apapun yang telah kamu lakukan tidak ada yang pantas pendapat balasan seperti ini. Kuulangi, tidak ada!
Kemudian Amy berkata, apakah kamu mau menunggu sampai dia membunuhmu?

Janine Latus baru saja merasakan kelegaan terbebas dari hubungan yang membuatnya menderita selama bertahun-tahun ketika dia mendengar kabar tentang hilangnya Amy, adik perempuan yang sangat dicintainya. Ketika keluarga menemukan surat yang ditinggalkan adiknya yang dimulai dengan kata-kata jika aku hilang atau mati..., Janine menyadari bahwa ia dan adiknya sama-sama mengalami kekerasan dalam rumah tangga, dan bahwa selama ini hidup sang adik berada di bawah ancaman kematian oleh pria yang dicintainya.

Jujur, di bab-bab akhir gue sampe mau nangis saking terbawanya sama cerita. Gue sampai mau nangis waktu Janine membacakan pidatonya di Gereja untuk mengenang Amy, waktu keluarga mereka menghanyutkan abu Amy di pantai. Bahkan waktu seorang detektif bilang "ini bukan kenangan yang baik bagi seorang ibu melihat anaknya untuk terakhir kali dalam keadaan seperti ini" saat Janine bertanya perihal ibunya yang ingin melihat jasad Amy yang saat itu baru di temukan setelah 2 minggu lamanya menghilang, yang ternyata di temukan terkubur.

Buku ini sangat bagus, sangat menginspirasi, meski pada akhirnya gue nangis karena terbawa alur cerita... Buku ini juga membuat gue berpikir, seberapa dekat gue sama 2 adik gue seperti Janine dan kakak-adiknya?

Baca! Lo akan tahu apa yang gue rasa☺️

Friday, May 24, 2019

Menjadi Stalker (18/100)

Holaaaaaaaaaaa penguntit setia akohhhhh *emang ada yang mau?* Yang dengan setia kepoin akuhhh di blog, Facebook, Instagram, Twitter, Google dan *mikir keras* YouTube... Gue balikkkkkkkkk, omaygat, setelah ratusan purnama gue nggak nulis rasanya kayak... Biasa aja gitu ya... Padahal udah buat tantangan yang ditujukkan untuk buat gue sadar, tapi tetep aja nggak berdampak dan gue tetep nggak sadar-sadar dengan itu, dasar manusia!!! 🤣

Oke sekarang gue akan mengangkat tema tentang "stalker" karena di zaman sekarang sadar atau nggak sadar masing-masing dari kita pasti pernah kepoin akun jejaring sosial seseorang, kenal, nggak kenal, artis, bukan artis, cewek, cowok, dari yang macho sampe yang kabarnya jeruk makan jeruk *ngerti kan?* untuk sekedar lihat perkembangan apa yang terjadi pada orang-orang tersebut, yang salah satunya pasti mengambil perhatian lebih sehingga lo rela buat kepoin akunnya, scroll down sampe postingannya di zaman megalitikum. Yeah, gue pun gak bisa memungkiri hal itu, maksud gue, ngepoin akun orang. Karena ini menyenangkan yooooo...

Tapi gini, meskipun gue ini kepo sama kehidupan orang, gue nggak pernah kepo sama kehidupan teman-teman gue dan nguntit akun jejaring sosial mereka sekedar untuk tahu kehidupan mereka seperti apa setelah ratusan purnama yang kita lalui tanpa saling bersua *nani, kok kamu kayak rangga🙄*. Karena menurut gue, nggak penting gitu lihat kehidupan orang yang jelas-jelas gue kenal, orang yang jelas-jelas bisa gue telepon atau chat sewaktu-waktu saat gue pingin tahu keadaannya, dan bisa gue ajak ketemu di setiap waktu senggang. Jadi daripada ngestalk akun sosial medianya dan menyimpulkan sendiri keadaannya mending ketemu, ya kan? tapi kan kenyataannya, banyak yang pilih ngestalk akun media sosial untuk lihat sejauh apa perkembangan hidupnya daripada dianggap sok perhatian wkwkwk.

Being honest, gue nggak pernah ngestalk akun temen karena memang gue nggak pernah mau. Ngestalk itu gue lakukan untuk tahu kehidupan idola gue. Yup! Idoa gue rata-rata punya Instagram, Facebook, Twitter, YouTube, website, akun Bukalapak, akun Tokopedia sama JD ID mereka punya *heh?* Iya, jadi selain ngartis mereka kebanyakan nyambi jualan pakaian disana apalagi ini menjelang lebaran kan *ngomong dengan muka polos parahhhh* *ketawa jahat*

Idola gue rata-rata aktif di sosial media (meskipun nggak semua), terutama idola baru gue yang sekaligus menjadi idola paling muda dari idola-idola gue yang lain, yang rata-rata usianya diatas 32 th. Dalam berbagai kesempatan dia seringkali membagikan kegiatannya ke jejaring sosialnya terutama di Instagram lewat postingan dan story yang dia buat, diluar itu dia juga punya YouTube channel yang selain berisi video klip dari lagu-lagunya terdapat juga vlog dia, behind the scenes pembuatan video klip, kegiatannya di backstage sebelum manggung, etc. pokoknya idola gue yang usianya 5 tahun di atas gue ini jauh lebih gahol lah dibandingkan yang di atas itu. soalnya idola gue yang lain (yang punya vlog juga) lebih memilih menyajikan konten yang lebih di gemari ibu-ibu dibandingkan idolanya yang seusia gue... Emang kontennya tentang apa??? Masak. Nggak gue banget kan?
Idola baru akohhh
Sementara itu idola gue yang muda ini jauh lebih..., Gimana ya? Gaya busananya juga gue suka soalnya simple dan ini pun termasuk ke dalam setiap video klipnya, dalam setiap videoklipnya nggak menampilkan gimana dia pakai gaun atau apalah atau ekstremnya kayak video klip Katy Perry, enggak dia nggak kayak gitu. emang kayak gimana gaya busananya? Jeans di padu padankan dengan t-shirt, rambut di ikat asal kadang di gerai. dan, make up nya simple banget. Intinya gue bangetlah. Apalagi dalam setiap kesempatan dia selalu pake sweater dan emang selalu pake sweater sih dia, intinya dia itu panutanku banget wkwkwk.
Dari Instagramnya




Dalam mengidolakan orang yang satu ini keterbatasan gue cuma 1, bahasa! Yep, gue tuh kadang-kadang suka sebel gitu sama idola gue yang ini, abis nih orang kalau nulis caption pakai bahasa Jerman mulu. Kan gue nggak ngerti!!!! Paling gue tahu cuma, Guten Morgen, Guten Abend, Guten Nacht, Danke, Ja, Nein selain kata-kata tadi, wasalam!! Lagian jangankan bahasa Jerman, bahasa inggris aja yang udah di ajarin sejak SD sampe bangku Universitas gu masih tetep nggak ngertian dan selalu salah interpretasi😌😌 gimana mungkin gue jago bahasa Jerman, pikirrrrrr!

Kayak beberapa waktu lalu, gue tuh lagi liatin satu per satu fotonya di Instagram *tanpa baca captionnya of course* nah pas gue nemuin caption panjang gue pun memutuskan baca tuh caption, dari yang dia tulis di sana gue bisa tahu kalau dia lagi sakit 😮 (👸 :uwiiiiihhhhh, nani bisa bahasa Jerman. 💃: Yaelah, cuma gitu doang mah gue tahu kaliiiii.) *Gilaaaaaakkkk*

Dalam caption itu dia mengucapkan permohonan maaf karena keadaannya yang belum stabil membuat dia terpaksa mengundur tournya. Gimana? Ngerti kan gue???? *Pasangan senyum sombong* mau tahu nggak kenapa gue bisa tahu???? Bener??? *Ketahuan gilaknya, nanya sendiri jawab sendiri* Soalnya....... Fotonya dia nunjukin bahwa dia lagi di rawat di RS, dengan baju rawat lengkap + infusan wkwkwkwk dan dalam setiap keterangan dia menggunakan emoji :🙏 nggak usah malu-malu gitu mengakui kecerdasan gue🙊 aslinya gue mah emang pinter, cuma nggak mau ngajuin takut di bilang ria 😂

Gara-gara dia selalu nulis pakai bahasa Jerman gue pun memutuskan untuk cari video wawancara dia pakai bahasa inggris *niat banget* hasilnya, NOL. Semua percakapan dia pakai bahasa Jerman!!! Vlog nya bahasa Jerman, semuanya bahasa Jerman, bahkan dia lahir dan tinggal di Jermannnnnnn, PANTES!!!!!!!!!!!!!!!!!! *Kena lemparan mejikom* WOY, Bisa sekalian kulkas nggak? Kulkas...Kulkas...!

Hopeless sudah, sampai akhirnya gue niat untuk mengakhiri hidup *tidur maksudnya* sebelum besok hidup lagi wkwkwk, dan yeah pas besoknya gue langsung dapet hidayah untuk lihat akun Facebook nya... Lo tahu nggak, pas gue baca captionnya di Facebook, ternyata pakai bahasa INGGERISSSSSS *hiperbola tralalalala*... Deuhhhhh, seneng banget dong gue, akhirnya gue bisa ngerti juga sama maksudnya... Akhirnyaaaaaaaaaa...
Scroll down...scroll down...scroll down... Lama-lama, kok aneh yak bahasa INGGERISSSSSS nya?????? *Tapi masih terus lanjut baca* Sampai akhirnya Mata gue yang terlalu fokus ke caption itu melirik sebuah tulisan yang berbunyi Rate This Translate *nelen Ludah* *bengong dongo* *merasa di bodohi* *bergeming sejenak* *gak bisa berkata-kata* Kampretttttttttttttttt, tai kucinggggggggggggggg, eek nagaaaaa rasa dorayaki, kue pancong nggak pake gula, nenek-nenek telanjang dada, anjing kencing berdiri kakinya tiga kayak merek larutan, es teh manis nggak pake gulaaaa!!!! *Loncat-loncat kesal* ahhh, jahattttttt!!! Semuanya pakai bahasa Jerman😭😭 cuma ada dua doang yang bener-bener pakai bahasa inggris 1. Ucapan selamat Ramadan 2. Tentang style nya. Itu pun gak sampe 10 kata. Seriusan!!!!

Tapi kegiatan itu memang nggak sampai disitu, untuk memenuhi dahaga kekepoan gue yang tinggi, gue pun memutuskan untuk cari tahu dia di Google, tapi ya lagi-lagi gitu, article tentang dia rata-rata bahasa Jerman, jadinya gue nggak dapet apa-apa dari ngestalk dia selain panutan gaya busananya yang gue suka bangettttttt. Yaampun idola kuh.... Gunakanlah bahasa inggrismu itu.

Hmmm, yaudah lah dia pake bahasa Jermannya, toh mau dia pake bahasa Jerman atau bahasa inggris pun teteup aja jadinya bakal sama; NGGAK NGERTI jugakkkk😂

Ngestalk lagi yuuuukkkkkkk!

Thursday, May 23, 2019

Tamu (20/100)

Photo by Irina Iriser from Pexels
Tahun lalu aku melihatmu selintas lalu
Tak ku taruh harapan tuk bertemu apalagi mengenalmu
Aku hanyalah tamu hari itu
Yang datang untuk pulang
Yang akan pergi dan mungkin tidak akan kembali untuk kali kedua atau ketiga.
Yang esok akan digantikan oleh orang lain, mereka yang datang karena benar-benar mengenalmu.

Tahun berlalu
Menyibukkanku pada bulan demi bulan tanpa sedikitpun waktu ku sisakan untuk mengingatmu
Atau perasaan tenang yang tak pernah meninggalkanku saat di dekatmu
Ketenangan yang tak dapat ku beli dengan apapun, yang hilang seiring berlalunya waktu.

Apa kau melihatnya?
Ketenangan itu?
Mungkinkah aku meninggalkannya di langit kotamu?
Atau aku sengaja membiarkannya berlarian di tempat kita dulu bertemu.
Membiarkannya membawakan ketenangan untuk yang lain?
Entahlah! Aku tak tahu.

Tapi, rasa ini ku rasa dengan jelas
hampa ini ku rasa sungguh
Meremasku hingga tak dapat lagi ku rasakan bagian diriku

Sakit berkepanjangan..
Rasa kehilangan..
Hal yang sepenuhnya tidak bisa ku jelaskan
Tuhan, mengapa begini?
Apa makna kenangan itu?

Ku tebus rindu itu
Ku lipat jarak agar tak ada ragu
Ku datangi kembali tempat kita dulu bertemu 
Mencarinya diantara para tamu.

Saturday, May 18, 2019

Kenangan Tempo Hari (19/100)

photo by Kusuma from Paxels
Banyak yang berubah sejak kepergiannya
Tidak signifikan memang
Namun cukup kentara
Terutama pada tempat-tempatnya dulu singgah

Ah, ingin rasanya mengulang semua
Kenangannya
Waktunya
Suasananya
Duduk berdua di bawah remang purnama
Bersisian sekedar berbagi cerita
Berbagi wedang jahe tuk hangatkan suasana

Kamu apa kabar?

Aku terkesima
Pertanyaan itu menguap seketika
Menjelma udara panas yang menelusup setelahnya

Aku bergeming
Dan memoar itu bergulung-gulung menyapa
Mata
Senyum
Suara
Wajah
Kenangan
Genggaman
Ciuman pertama

Lantas,
Kepergiannya

Tak ada yang sama
Kedatangannya pun tak berarti apa-apa
Rasa itu telah berubah
Perlahan,
Perlahan,
Lalu, pasti
Bersama kepergiannya tempo hari

Thursday, May 2, 2019

Manusia sosial media (17/100)

Sebagai contoh
Di era yang serba digital ini dimana setiap informasi bisa di dapet dari manapun, kapanpun, disituasi apapun, sadar nggak sadar kita terbuai disana.  Diluar itu maraknya berbagai aplikasi jejaring sosial kayak Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp, Line, YouTube, dan kawan-kawan nya membuat kita sebagai manusia jadi mudah untuk bisa berbagi apa aja, kemana aja, tanpa bingung-bingung gimana biar orang tahu, miris!

WhatsApp, aplikasi untuk chatting ini... Aplikasi dengan pengguna aktif bulanan mencapai hingaa 1.5 miliar ini menawarkan fitur untuk kita selaku pengguna dapat menulis status seperti yang bisa dilakukan di Facebook dan Instagram. Memang jika dilihat,  jangkauannya berkisar orang-orang yang ada dalam kontak kita, tapi hal ini otomatis mempermudah kita tetap eksis untuk bisa membagikan setiap momentnya tanpa ada satupun yang terlewat. Entah itu untuk pamer atau apapun yang jelas gue selaku pengguna aplikasi yang sama, pengguna media yang sama, dan punya teman di WhatsApp, merasa bahwa "apaan cobak?"

Gue pribadi pengguna sosial media, beberapa aplikasi jejaring sosial jujur gue punya, nulis status di media sosial pernah juga dan menjadi penikmat/terganggu dari status-status orang ya nggak perlu di tanya karena itulah suka duka ber media. Dari situ, inilah alasan sebenernya gue menulis ini karena sepenuhnya merasa "apa sih" pada mereka yang seringkali menumpahkan atau menuliskan atau dengan sengaja ingin di akui keberadaanya.

Gue punya banyak temen dari yang nggak pernah update di media sosial *entah mungkin karena gue di blokir atau di apain nggak ngerti deh😅😅* sampe yang aktif banget dan buat gue sampe "apaan sih" saat melihat statusnya di media. Orang yang selalu buat gue berpikir "apaan sih" adalah mereka yang selalu update hal-hal yang benar-benar apa ya? Ingin di lihat keberadaannya! Contohnya begini, orang macam ini adalah dia yang biasanya memposting hal-hal yang tengah dia lakukan seperti pas dia lagi makan, suasana jalan pas naik ojek, pokoknya yang apa-apa di share. Apa yang ada di kepalanya itu yang dia bagiin, nggak lihat apa itu berfaedah atau malah unfaedah yang penting eksis aja duluuuuuuu.. bahkan mungkin artis aja kalah sama mereka...

Beberapa waktu lalu pesta demokrasi kan berlangsung yah, inget nggak nyoblos siapa? *Heh* Oke, pesta demokrasi kemarin kita punya dua calon presiden ada nomor urut 1 sama nomor urut 2. Setiap orang berlomba-lomba untuk menunjukkan loyalitas mereka dengan posting apapun tentang orang yang mereka pilih, salah satunya ada temen gue yang selalu update tentang paslon yang dia dukung. Menulis tentang kemenangannya hanya berdasarkan hasil quick count oleh lembaga survei terus membanggakan hasil quick count dan real count lembaga survei internalnya *gue yakin lo tahu lah siapa yang gue bahas😋😋* gue yang basically tengah belajar metodologi penelitian langsung "apaan sih"  dan setelah itu gue merasa benar-benar terganggu untuk sekedar lihat sosial media, males buka Facebook, males buka WhatsApp dan males untuk melihat semua kegaduhan itu.

Media sosial berperan dalam membangun personal branding bagi seseorang, itu sebabnya orang-orang berlomba-lomba untuk membagikan setiap moment yang perlu di bagikan ke media untuk menghadirkan pujian atau apapun atau untuk menunjukan keberadaannya dalam dunia yang begitu penuh kamuflase ini.

Media maya itu penuh kamuflase, dimana orang bebas untuk menampilkan wajah mereka. Di media, orang bebas memakai topeng sesuai yang mereka inginkan, sebagai orang bahagia, orang yang di kelilingi teman-teman terbaik, makan di tempat yang super mevah, atau menunjukkan kecerdasan mereka lewat setiap kegiatan yang menggambarkan kecerdasan. But, banyak dari itu semua adalah kamuflase.

Gue nulis ini bukan untuk apa-apa, tapi untuk menunjukkan bahwa gue merasa benar-benar, sangat, begitu, terlalu, apapun itu, terganggu dengan status-status yang meaningless. Gue merasa terganggu tiap kali pergi kemana-mana atau tengah melakukan kegiatan sama teman tapi teman itu justru sibuk membuat status di media sosial. Gilaaaaaakkkk... Gilakkkkkkkkk...

Contoh sederhana lagi, kejadian kemarin malam. Jadi kebetulan gue yang memang jarang ikut pengajian *karena nggak nyaman berada di keramaian* memutuskan untuk nemenin nenek gue ke pengajian, karena memang tujuannya untuk mengaji ya gue nggak bawa handphone dong. Nah, sesampainya di sana, karena memang itu pengajian yang di khususkan untuk ibu-ibu jadilah memang lebih banyak ibu-ibu disana dibandingkan anak mudanya. Nah ada 2 orang didepan gue yang sedari awal memang sibuk main HP, satu diantaranya adalah ibu rumah tangga muda yang usianya di bawah gue, satunya lagi belum menikah tapi usianya tetap di bawah gue *gak jelas yah* dan yang buat gue merasa miris adalah, sepanjang pengajian mereka begitu antusias membagikan kegiatannya ke dunia Maya lewat video-video singkat ke Instagram, oalahhhhhhhhhhh.... Jujur pada saat itu gue merasa, "ya ampunnnnnnn" Dan kejadian itu nggak habis disitu, menjelang puncak acara itu kan jemaahnya pad berdiri pas pembacaan apa tuh *ketahuan kan nggak pernah ikut pengajian😂* pokoknya begitulah, lo tahu apa yang terjadi????? Hampir seluruh anak muda yang ada disana *kecuali gue dan tim kosidah* mengangkat ponsel mereka untuk merekam itu dan membagikannya ke dunia Maya... Bisa di bayangin???????????

Inikah dunia kita sekarang?

Inikah wajah dari generasi millennial yang lahir di era Teknologi?

Inikah yang disebut penerus bangsa?

Inikah nani arpan sok tahu yang lagi sok paling benar?

Maksud gue gini lho cuy, udah sih nggak usah segala kepingin di lihat gitu. Emangnya penting banget orang tahu kegiatan lo, emangnya harus gitu selalu bagi kegiatan kalian ke sosial media? Lagi juga, kalau dateng ke suatu event cuma buat ambil gambar dan di bagiin ke sosial media, apa itu nggak buat Lo kehilangan moment?

Coba deh pikir lagi!