Saturday, January 30, 2016

Ketika keimanan diukur melalui jidat



Gue adalah anak polos yang gak mau dibilang sebagai anak yang bodoh, meskipun memang kelihatannya sedikit pintar dan banyak tidak tahunya, seperti itulah bahasa lembutnya kalau gak mau dibilang o2n. ada banyak hal oon yang pernah gue lakuin dan itu benar-benar buat gue ngerasa, gilaaaaa sebego itukah gue?
Dulu banget, gue sempat nonton acara yang menurut gue itu menghibur banget dan ringanlah untuk otak gue yang di set cukup sederahana ini, dalam adegan itu seorang diantara pemeran ingin tampil sebagai seorang yang sholeh dan taat agama. Itu sebab, sebelum berangkat sholat berjamaah di mushola ia mewarnai jidatnya dengan pensil alis supaya ada kesan-kesan hitam gitu di jidatnya, karena menurutnya seorang yang sering sholat itu adalah ia yang jidatnya ada bekas-bekas kehitaman yang menandakan bahwa ia sering bersujud di atas sajadah. Aduh, bego bangetkan yah. Dan lebih begonia gue juga berpatokan seperti itu… keyakinan yang ditanamkan di acara hiburan itu terus terbawa hingga gue duduk di bangku sekolah menengah kejuruan dan baru berakhir ketika seorang guru member sebuah pengertian bahwa keimanan seorang itu tidak bias dilihat dari jidatnya, bias saja mereka rajin sholat tapi kalo perilakunya menyimpang bagaimana?? Misalnya ketika gue lagi nonton acara siding kasus korupsi di tv, gak jarang para tersangka yang tengah khilaf itu berjidat agak kehitam-hitaman dan biasanya akan terlihat lebih kalem dari biasanya dengan memakai kopyah, yang seolah-olah ingin meberitahu bahwa ia adalah orang baik yang tak bersalah, mungk ini ngin menunjukkan bahwa ia hanya dilanda khilaf, tapi khilafnya terlalu lama dan sudah terasa nyaman hingga akhirnya kenyataan membawa mereka di kursi panas sebagai tersangka.
Menilai itu memang harusnya gak boleh dari luarnya aja, misalnya gue, Gue pernah kagum sama salah satu diantara mereka yang bekerja untuk Negara, orang yang menurut gue baik itu menjadi panutan karena sikapnya. Pokoknya gue kagumlah sama beliau, setiap kali ada acara dan narasumber itu dirinya, pasti gue akan pantengin layar tv, itu karena gue terlalu melihatnya dari sisi bahwa ia adalah seorang yang gak neko-nekolah. Hingga suatu ketika ada berita di tv yang menyatakan bahwa beliau ini terseret dalam kasus korupsi dana bla…bla…bla gue menjadi cukup syok dan gak percaya gitu, tapi ternyata memang begitu adanya bahkan hingga saat ini pun kasusnya masih terus berlangsung meski media sepertinya sudah hamper melepas berita ini dan membawa kita terhanyut oleh kasus konyol yang lagi-lagi dilakukan oleh aparatur Negara.
Kadang gue suka bertanya dalam hati, kadang gue bertanya sama rumput-rumput yang tengah   disantap oleh kambing tetangga dan bertanya pada langit yang selalu berbaik hati menurunkan hujan “bagaimanakah cara membedakan seorang yang baik dengan yang takbaik?” namun, jawaban tak kunjung gue dapatkan. Malahan gue semakin saja menjadi seorang yang terus meraba-raba, jika seorang yang gue anggap baik karena sering sholat dan jidatnya menghitam saja ternyata begitu, lantas bagaimana dapat menilai seorang? Apakah gue harus beralih membandingkannya dengan mereka yang wajahnya bercahaya, karena menurut buku yang gue baca seorang yang sering berwudhu itu wajahnya akan terlihat bercahaya apalagi ketika ia selesai wudhu. Yaampun, gue kok yak terlalu bodoh atau apa gitu yak? Uang banyak coy, bias perawatan wajah keleus supaya wajah cerah.
Shit…shit…shit… tau gak, beberapa kali gue membeli sebuah novel fiksi yang menggambarkan tentang kehidupan para penegak hokum dan aparatur Negara, dari buku-buku yang gue punya menceritakan tentang kehidupan seorang aparatur Negara yang dipenuhi dengan intrik-intrik yang menyangkut tentang kekusaan. Dan gue, gue cukup kaget aja sama semua pemaparan sang penulis itu, meskipun cerita yang gue baca itu fiksi tapi itu gak menutup kemungkinan terjadi juga di sekitar kita. Bagaimana dibalik sebuah aksi besar ternyata dibelakangnya ada seorang besar juga yang bermain hingga segala sesuatu yang mereka rencanakan itu berjalan sepert iapa yang sudah mereka harapkan tanpa terendus, yah  sejenis mafia gitu. Dan biasanya, para pelakunya adalah mereka yang memiliki citra baik di mata public, orangnya bersimpati, empati, religious, rendah hati, suka menolong, rajin menabung, gak pernah tawuran, anak rumahan yang suka makan gorengan *ih apaan sih gue* eh, tapi percaya atau enggak, gue beranggapan bahwa apa yang penulis itu tulis itu benar adanya, kenapa? Karena sebaik-baiknya manusia, sejujur apapun dia jika sudah menyangkut masalah uang pasti akan meleleh coyyyyyy. Meskipun begitu, mama gue sering beranggapan bahwa gue ini terlalu berlebihan, mungkin karena mama gue sering ngeliat gue ngomel-ngomel kalo nonton berita yang menyangkut masalah korupsi dan tentang hukum yang tumpul keatas dan tajam kebawah. Ingat, gue pernah nangis Bombay gara-gara nonton Mata Najwa yang mengangkat tema barisan anti korupsi. Aduh, entah apa yang membuat gue menangis, tapi yang jelas gue ngerasa kasihan sama Negara gue tercinta. Bisa-bisanya Negara  ini dipenuhi orang-orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Sebenernya, di kepemimpinan kali ini, gue berharap banget sama para pemimpin-pemimpin gak hanya presiden yang menduduki kursi eksekutif yang terlalu jauh untuk dapat mendengarkan suara gue, tapi juga untuk para aparatur desa, kami sebagai warga mau keleus liat kalian kerja. Mau tau juga dana desa yang diberikan itu digunakan untuk apa saja #eh, dan gue juga penasaran apa sih yang dilakukan para pekerja desa? Mengapa setiap kali ada kesempatan berkunjung, kantor desa Nampak lengang? Sebal!!!!Sekalinya bias kadang suka berputar-putar.

Hahahahaa, jujur gue gak bias ngebayangin bagaimana jika orang-orang memiliki anggapan yang sama kayak gue, semisal jidat menghitam itu adalah tanda ketaatan seseorang dalam melaksanakan ibadah 5 waktu pasti para calon-calon anggota bla bla bla akan berlomba-lomba menghitamkan jidatnya dengan menggesek-gesekkannya di sajadah ketika sholat *peace* agar dikira ahli ibadah dan pasti akan mampu berlaku jujur, dan amanah. Please, jangan terlalu berpikir kayak gue, gue adalah anak bodoh yang gak tau apa-apa, yang setiap menjelang tidur masih menghisap ibu jari hingga pulas, masih suka main sepeda roda tiga tiap sore, dan yang suka menceramahi teman yang ngajak nyolong mangga di pohon tetangga bahwa itu adalah perbuatan dosa tapi tetap ambil barisan paling depan buat masalah menyantap. Nah, itu kan merupakan bukti bahwa orang baik aja bias kan berperilaku menyimpang, gue aja yang baik masih suka makan rujak mangga hasil curian di pohon tetangga dan selalu kepingin nambah amboiiiiiii….
Gaesssssssss, sekarang ini semuanya serba abu-abu, kayak…. Kayak apa yak?? Maksudnya, Kebaikan dan keburukan itu sekarang mudah sekali menjelma, kayak si jidat hitam itu, tak mudah untuk mengira ia jahat karena dipermukaan ia selalu tampil apa adanya namun dibelakang? Entahlah. Seperti berjudi. Teman baik belum tentu baik, anak yang penurut belum tentu patuh, hitam tak selalu tak ada putih panuan misalnya dan sebagainya.
Andai kebaikan itu bisa dinilai dari luar saja, tentu akan banyak orang yang berlomba-lomba menghitamkan jidat agar terlihat lebih hitam…hitam…hitam…menghitaammmm.
tapi semoga aja nggak akan ada orang yang kayak gitu yah, karena keimanan itu bukan untuk dipamerkan didepan manusia atas dasar tujuan untuk mendapat citra yang baik, percuma juga baik dihadapan manusia tapi di mata Allah gak ada artinya. emang kelak kalau sudah waktunya manusia akan menolong? enggak, amal kebaikan nanti yang akan menolong, semua hal yang lo lakuin di dunia ini kelak akan di mintai pertanggung jawaban. karena boi, dunia ini adalah shelter tempat dimana kita menunggu kendaraan kita datang untuk menjemput kita menuju tempat yang sesungguhnya, dimana segala sesuatunya tampak jelas tanpa tendeng aling-aling.  maaf yak kalau bahasa gue terkesan menggurui, tapi berdasarkan buku yang gue baca yak begituuuuuuuuuu... makanya manusia itu harusnya yak biasa saja, jangan terlalu berlebihan heheheh

No comments:

Post a Comment