Jika guncangan itu mampu untuk menghempaskanku hingga jauh,
hanya satu pintaku untuk itu. Jangan pernah pudar dari setiap alam bawah
sadarku dan selebihnya aku akan baik-baik saja karenanya. Aku tahu rasanya
terhempas oleh perasaan kehilangan, ketika satu per satu memoar memudar dan air
mata tergenang. Tak satu pun kata berhasil ku ucapkan. Tak ada keinginan apapun
untuk tinggal. Hanya gumpalan kepahitan yang ku biarkan menang. Dan lantas
tangis! Aku benci kelemahan. Aku benci air mata. Dan aku benci menyadari bahwa
satu per satu memoar yang telah sekian lama ku jaga luruh seiring waktu.
"Aku tak akan pernah
melupakannya"
Itu janjiku selalu, ketika secara terang-terangan
orang-orang terdekat mengatakan bahwa itu takkan berjalan dan menyarankan
dengan raut wajah kasihan bahwa hidup harus terjus berlanjut, dan dengan
tegasnya mereka mengatakan "sesuatu akan jauh lebih baik ke depan."
Aku diam, karena hanya itu yang bisa ku lakukan untuk setiap perasaan kasihan
yang mereka timbulkan atas tindakanku yang sebagian orang katakan sebagai
'kebodohan'.
"Ikhlaslah Din, tak ada
gunanya terus menanti. Itu tak akan membuatnya kembali" Kata Bagus suatu
kali saat menjemputku di stasiun.
"Kamu tak tahu"
Balasku tanpa sedikitpun menoleh.
"Aku hanya ingin
menyarankan yang terbaik untuk kamu"
"Aku tak butuh saranmu"
"Terserah" Kami
terdiam. Aku melihat bagus mengatupkan bibirnya. Melemparkan pandangannya
keluar jendela mobil yang di terpa gerimis. Aku tahu ia kesal.
Aku benci mendapati diriku
berdebat dengannya karena kamu, tapi inilah hari-hariku sekarang, di buai
perasaan kesal terus menerus, tentang komentaar-komentar tak berperasaan
mereka! Bahkan Bagus, teman dekat kita, yang kamu tahu bahwa ia menyimpan hati
padaku tak segan mengemukakan pendapatnya. Beginikah rasanya sayang, saat aku
berdiri sendiri tanpa seorangpun yang berdiri di belakangku? Andai saja tak ada
hari itu, tentu tak akan ada hari-hari seperti sekarang. Entahlah, mungkin
memang seperti ini jalan yang harus aku temui.
"Selalu ada pelajaran
yang bisa di petik dari setiap kejadian"
Pesan itu lah yang selalu ku dengar dari setiap
orang yang menaruh kasih padaku, bahkan Rebecca, sepupu yang begitu mengasihiku
menasihatiku seperti itu, hal yang lantas mengingatkanku kembali pada sosokmu
setiap kali aku berkeluh kesah tentang hari yang berjalan buruk, tentang client
yang meremehkan serta merendahkanku. Dulu, kata-kata itu selalu terdengar
indah, sampai aku mengerti bahwa kata-katamu hanya sebatas kata-kata yang entah
kau kutip dari mana. Bulshit!
Lantas bolehkah aku bertanya
seperti biasanya sayang? Untuk ini apa yang bisa ku petik? Dari kekesalanku,
keputus asaanku, amarah, dendam, dan mungkin sabar yang sekian lama ku
utamakan. sabar ini untuk apa sayang? Untuk mengikhlaskan diri menjadi bahan
gunjingan, huh?
Kamu tahu, aku menutup mata
dan telinga atas hal-hal mengerikan itu. Melemparkan kemarahan serta
melupakannya di dalam kepalaku seorang. Sempat terpikir untuk pergi, tak
kembali! Tapi bayangan tentangmu yang ku tinggalkan sendiri membawa langkahku
untuk pulang dan mendatangimu lagi dan lagi. Menangis di atasmu dan berjanji
kembali tuk tetap berada di dekatmu. Aku tak peduli betapa berharganya London
untukku kala itu, atau bagaimana perjalanan panjang yang telah ku rencanakan
sejak tahu bahwa mimpiku adalah membangun kehidupan disana, seperti Rebecca
yang kini mewujudkan mimpinya dengan tinggal di California. Tapi aku tak ingin
menghabiskan waktuku dengan tinggal di Amerika, entah kenapa London lebih
sesuai denganku, dan aku ingin kesana. Terlebih dengan dorongan darimu bahwa
kita bisa memulai hidup disana, hal yang semakin membuatku percaya bahwa
disanalah kita akan tinggal. Tapi kenyataan yang kudapati membuatku tersentak
dari mimpiku, aku tahu kamu tak akan mungkin pergi denganku. Tak akan pernah!
Setelah kenyataan yang ku
dapati, keinginan untuk pergi semakin kuat. Aku ingin pergi meninggalkan bayangan
pahit akan sosokmu! Aku ingin pergi sejauh mungkin, ke tempat yang tak akan
pernah membawaku pulang! Namun, membayangkan dirimu sendiri tanpaku membuatku
sesak! Seketika bayangan itu muncul, bayangan dirimu yang terkapar di kamarmu
dengan jendela tertutup, kamar yang pengap lantaran pendingin udara yang dalam
keadaan mati, dan badan yang sudah terkapar tak berdaya membuat tunbuku
berguncang, dan pikiranku menarikku untuk pulang kembali. dan disinilah aku
sekarang... Rumah kita.
Ku buka kembali surat yang
kau tinggalkan, dimana di dalamnya tertulis sebuah pesan untukku agar bisa
berjalan tanpamu. Aku lemas, namun suratmu selalu memberi kekuatan lain
untukku, meski kekuatan yang menyergap tak bisa membawaku ke keadaan yang lebih
baik.
Aku membaca semua! Bagian
dimana kau ungkapkan tentang kehilangan mendalam akan sosokku yang kau
tinggalkan sendiri, tentang rasa menyesal yang teramat akan kekeliruanmu,
juga,... Tentang dia. Aku membenci membaca bagian terakhir, tapi disinilah
semuanya bermula, tentang bagaimana awal pertemuanmu dengannya hingga hari demi
hari yang kau habiskan bersama dia! Sesekali aku tersenyum kecut, lantas
melempar surat-suratmu hingga bertebaran di sekeliling kamarku. Berteriak.
Menjerit. Dan meringkuk sendiri di lantai, menangisi masa lalu yang pahit.
Selalu seperti itu moment membaca setiap kata yang yang kau tuliskan untukku,
tak pernah berakhir lebih baik. Aku tahu, meski emosi sempat menguasaiku dengan
berlebihan, setelah kesadaran itu kembali, aku akan terbangun dan mengumpulkannya
satu demi satu. Karena aku sadar, itulah satu-satunya yang kau tinggalkan
untukku, Pengakuan!
".....aku hancur,
melepaskanmu adalah hal terburuk dalam hidupku, pun menyadari kepergianmu
membuatku sadar, bahwa kamu mungkin tak akan pernah mau melihatku lagi. Aku tak
menyalahkanmu, kamu berhak untuk pergi, kamu berhak untuk tak memilih mendengar
setiap penjelasanku, namun menyadari bulan demi bulan tanpa kabar membuatku
sadar, bahwa kamu tak akan pernah mungkin datang kembali sekedar untuk
mengambil barang-barangmu yang masih tertinggal. Aku menyesal, untuk semua
sakit hati yang kamu rasakan. Aku menyesal untuk setiap kebohongan yang pernah
ku lakukan dan untuk itu, aku memilih untuk tak pernah lagi membuatmu
kecewa....
Inilah caraku, membiarkanmu
pergi... Jangan tanya perasaanku setelahnya, karena kamu berhasil
menghancurkanku dari dalam, membuatku terbunuh oleh perasaan bersalah yang
terus menghantui seiring berjalannya waktu....
Kamu memang berhak untuk
pergi, berhak untuk tidak kembali. Karena aku mengerti sakit yang telah ku
ciptakan untuk itu, karena kini aku membayarnya. Rasa sakitnya mungkin tak sama
seperti yang kamu rasakan, namun melalui malam demi malam menunggumu kembali
hanya membuatku lelah. Kau tak pernah kembali! Bahkan sekedar mendapati pesanmu
pun aku tak pernah! Kau menghilang dan parahnya dunia seolah berkonspirasi
untuk menyembunyikanmu dariku....
Jika itu caramu untuk
melupakan semua yang pernah aku lakukan, maka cara ini yang aku pilih untuk
tidak mengecewakanmu untuk kesekian kalinya. Inilah caraku untuk tak
menyakitimu lagi dan lagi.
Kini, aku tahu bahwa kamu
satu yang terbaik yang telah Tuhan berikan untukku, dan aku menyesal untuk
setiap kekecewaan yang telah kamu terima.....
dan,
I just want to see you
When you'r all alone
I just want to catch you if i can
I just want to be there
When the morning light explodes
On your face it radiates
I can't escape
I love you 'till the end........."
When you'r all alone
I just want to catch you if i can
I just want to be there
When the morning light explodes
On your face it radiates
I can't escape
I love you 'till the end........."
Kamu tahu, aku membencimu
seperti yang kau tahu tapi hatiku menyayangimu lebih dari rasa benci itu. Andai
kau berusaha lebih keras untuk menghubungiku, dengan senang hati aku akan
menurunkan egoku dan memulai semua kembali di tempat yang jauh dari masa lalu
kita yang pahit. Tapi, semua sudah terlambat bukan? Sudah tak ada yang perlu di
sesali, kau telah memutuskan untuk tak lagi menyakitiku. Kini, hanya aku yang
perlu waktu untuk bisa menerima bahwa kenyataan tak lagi sama.
Pernah suatu kali aku
berpikir, akankah kau tetap tinggal jika aku tak pergi? Tapi mendengarkanmu
bercerita tentangnya bukannya justru akan membuatku semakin sakit? Karena...
Mendengar tentang hubunganmu dengannya dari orang lain saja membuatku begitu
terluka lantas bagaimana perasaan itu akan lebih baik jika kau yang mengakuinya
sendiri. Tentang malam-malam yang telah kalian lewati bersama ketika tak ada
aku disisimu.
Untuk hatiku yang hancur,
untuk marah yang kupendam, untuk kecewa yang kau torehkan, untuk hadiah
perselingkuhan yang kau berikan, juga untuk setiap pengakuanmu yang dalam, aku
ingin mengatakan bahwa, kematianmu tak mengubah apapun. hatiku masih tetap
sama. sakitnyapun masih tetap sama. Dan rasa sayangkupun masih tetap sama,
meski tak sedalam dulu, ketika tak ada orang lain dalam hidupmu yang membuatku
terhempas.
No comments:
Post a Comment