Friday, December 29, 2017

Till The End


from google
Jika guncangan  itu mampu untuk menghempaskanku hingga jauh, hanya satu pintaku untuk itu. Jangan pernah pudar dari setiap alam bawah sadarku dan selebihnya aku akan baik-baik saja karenanya. Aku tahu rasanya terhempas oleh perasaan kehilangan, ketika satu per satu memoar memudar dan air mata tergenang. Tak satu pun kata berhasil ku ucapkan. Tak ada keinginan apapun untuk tinggal. Hanya gumpalan kepahitan yang ku biarkan menang. Dan lantas tangis! Aku benci kelemahan. Aku benci air mata. Dan aku benci menyadari bahwa satu per satu memoar yang telah sekian lama ku jaga luruh seiring waktu.

"Aku tak akan pernah melupakannya"

Itu janjiku selalu, ketika secara terang-terangan orang-orang terdekat mengatakan bahwa itu takkan berjalan dan menyarankan dengan raut wajah kasihan bahwa hidup harus terjus berlanjut, dan dengan tegasnya mereka mengatakan "sesuatu akan jauh lebih baik ke depan."

Aku diam, karena hanya itu yang bisa ku lakukan untuk setiap perasaan kasihan yang mereka timbulkan atas tindakanku yang sebagian orang katakan sebagai 'kebodohan'.

"Ikhlaslah Din, tak ada gunanya terus menanti. Itu tak akan membuatnya kembali" Kata Bagus suatu kali saat menjemputku di stasiun.

"Kamu tak tahu" Balasku tanpa sedikitpun menoleh.

"Aku hanya ingin menyarankan yang terbaik untuk kamu"

 "Aku tak butuh saranmu"

"Terserah" Kami terdiam. Aku melihat bagus mengatupkan bibirnya. Melemparkan pandangannya keluar jendela mobil yang di terpa gerimis. Aku tahu ia kesal.

Aku benci mendapati diriku berdebat dengannya karena kamu, tapi inilah hari-hariku sekarang, di buai perasaan kesal terus menerus, tentang komentaar-komentar tak berperasaan mereka! Bahkan Bagus, teman dekat kita, yang kamu tahu bahwa ia menyimpan hati padaku tak segan mengemukakan pendapatnya. Beginikah rasanya sayang, saat aku berdiri sendiri tanpa seorangpun yang berdiri di belakangku? Andai saja tak ada hari itu, tentu tak akan ada hari-hari seperti sekarang. Entahlah, mungkin memang seperti ini jalan yang harus aku temui.

"Selalu ada pelajaran yang bisa di petik dari setiap kejadian"

Pesan itu lah yang selalu ku dengar dari setiap orang yang menaruh kasih padaku, bahkan Rebecca, sepupu yang begitu mengasihiku menasihatiku seperti itu, hal yang lantas mengingatkanku kembali pada sosokmu setiap kali aku berkeluh kesah tentang hari yang berjalan buruk, tentang client yang meremehkan serta merendahkanku. Dulu, kata-kata itu selalu terdengar indah, sampai aku mengerti bahwa kata-katamu hanya sebatas kata-kata yang entah kau kutip dari mana. Bulshit!

Lantas bolehkah aku bertanya seperti biasanya sayang? Untuk ini apa yang bisa ku petik? Dari kekesalanku, keputus asaanku, amarah, dendam, dan mungkin sabar yang sekian lama ku utamakan. sabar ini untuk apa sayang? Untuk mengikhlaskan diri menjadi bahan gunjingan, huh?
Kamu tahu, aku menutup mata dan telinga atas hal-hal mengerikan itu. Melemparkan kemarahan serta melupakannya di dalam kepalaku seorang. Sempat terpikir untuk pergi, tak kembali! Tapi bayangan tentangmu yang ku tinggalkan sendiri membawa langkahku untuk pulang dan mendatangimu lagi dan lagi. Menangis di atasmu dan berjanji kembali tuk tetap berada di dekatmu. Aku tak peduli betapa berharganya London untukku kala itu, atau bagaimana perjalanan panjang yang telah ku rencanakan sejak tahu bahwa mimpiku adalah membangun kehidupan disana, seperti Rebecca yang kini mewujudkan mimpinya dengan tinggal di California. Tapi aku tak ingin menghabiskan waktuku dengan tinggal di Amerika, entah kenapa London lebih sesuai denganku, dan aku ingin kesana. Terlebih dengan dorongan darimu bahwa kita bisa memulai hidup disana, hal yang semakin membuatku percaya bahwa disanalah kita akan tinggal. Tapi kenyataan yang kudapati membuatku tersentak dari mimpiku, aku tahu kamu tak akan mungkin pergi denganku. Tak akan pernah!

Setelah kenyataan yang ku dapati, keinginan untuk pergi semakin kuat. Aku ingin pergi meninggalkan bayangan pahit akan sosokmu! Aku ingin pergi sejauh mungkin, ke tempat yang tak akan pernah membawaku pulang! Namun, membayangkan dirimu sendiri tanpaku membuatku sesak! Seketika bayangan itu muncul, bayangan dirimu yang terkapar di kamarmu dengan jendela tertutup, kamar yang pengap lantaran pendingin udara yang dalam keadaan mati, dan badan yang sudah terkapar tak berdaya membuat tunbuku berguncang, dan pikiranku menarikku untuk pulang kembali. dan disinilah aku sekarang... Rumah kita.

Ku buka kembali surat yang kau tinggalkan, dimana di dalamnya tertulis sebuah pesan untukku agar bisa berjalan tanpamu. Aku lemas, namun suratmu selalu memberi kekuatan lain untukku, meski kekuatan yang menyergap tak bisa membawaku ke keadaan yang lebih baik.

Aku membaca semua! Bagian dimana kau ungkapkan tentang kehilangan mendalam akan sosokku yang kau tinggalkan sendiri, tentang rasa menyesal yang teramat akan kekeliruanmu, juga,... Tentang dia. Aku membenci membaca bagian terakhir, tapi disinilah semuanya bermula, tentang bagaimana awal pertemuanmu dengannya hingga hari demi hari yang kau habiskan bersama dia! Sesekali aku tersenyum kecut, lantas melempar surat-suratmu hingga bertebaran di sekeliling kamarku. Berteriak. Menjerit. Dan meringkuk sendiri di lantai, menangisi masa lalu yang pahit. Selalu seperti itu moment membaca setiap kata yang yang kau tuliskan untukku, tak pernah berakhir lebih baik. Aku tahu, meski emosi sempat menguasaiku dengan berlebihan, setelah kesadaran itu kembali, aku akan terbangun dan mengumpulkannya satu demi satu. Karena aku sadar, itulah satu-satunya yang kau tinggalkan untukku, Pengakuan!

".....aku hancur, melepaskanmu adalah hal terburuk dalam hidupku, pun menyadari kepergianmu membuatku sadar, bahwa kamu mungkin tak akan pernah mau melihatku lagi. Aku tak menyalahkanmu, kamu berhak untuk pergi, kamu berhak untuk tak memilih mendengar setiap penjelasanku, namun menyadari bulan demi bulan tanpa kabar membuatku sadar, bahwa kamu tak akan pernah mungkin datang kembali sekedar untuk mengambil barang-barangmu yang masih tertinggal. Aku menyesal, untuk semua sakit hati yang kamu rasakan. Aku menyesal untuk setiap kebohongan yang pernah ku lakukan dan untuk itu, aku memilih untuk tak pernah lagi membuatmu kecewa....

Inilah caraku, membiarkanmu pergi... Jangan tanya perasaanku setelahnya, karena kamu berhasil menghancurkanku dari dalam, membuatku terbunuh oleh perasaan bersalah yang terus menghantui seiring berjalannya waktu....

Kamu memang berhak untuk pergi, berhak untuk tidak kembali. Karena aku mengerti sakit yang telah ku ciptakan untuk itu, karena kini aku membayarnya. Rasa sakitnya mungkin tak sama seperti yang kamu rasakan, namun melalui malam demi malam menunggumu kembali hanya membuatku lelah. Kau tak pernah kembali! Bahkan sekedar mendapati pesanmu pun aku tak pernah! Kau menghilang dan parahnya dunia seolah berkonspirasi untuk menyembunyikanmu dariku....

Jika itu caramu untuk melupakan semua yang pernah aku lakukan, maka cara ini yang aku pilih untuk tidak mengecewakanmu untuk kesekian kalinya. Inilah caraku untuk tak menyakitimu lagi dan lagi.

Kini, aku tahu bahwa kamu satu yang terbaik yang telah Tuhan berikan untukku, dan aku menyesal untuk setiap kekecewaan yang telah kamu terima.....

dan,

I just want to see you
When you'r all alone
I just want to catch you if i can
I just want to be there
When the morning light explodes
On your face it radiates
I can't escape
I love you 'till the end........."

Kamu tahu, aku membencimu seperti yang kau tahu tapi hatiku menyayangimu lebih dari rasa benci itu. Andai kau berusaha lebih keras untuk menghubungiku, dengan senang hati aku akan menurunkan egoku dan memulai semua kembali di tempat yang jauh dari masa lalu kita yang pahit. Tapi, semua sudah terlambat bukan? Sudah tak ada yang perlu di sesali, kau telah memutuskan untuk tak lagi menyakitiku. Kini, hanya aku yang perlu waktu untuk bisa menerima bahwa kenyataan tak lagi sama.
Pernah suatu kali aku berpikir, akankah kau tetap tinggal jika aku tak pergi? Tapi mendengarkanmu bercerita tentangnya bukannya justru akan membuatku semakin sakit? Karena... Mendengar tentang hubunganmu dengannya dari orang lain saja membuatku begitu terluka lantas bagaimana perasaan itu akan lebih baik jika kau yang mengakuinya sendiri. Tentang malam-malam yang telah kalian lewati bersama ketika tak ada aku disisimu.

Untuk hatiku yang hancur, untuk marah yang kupendam, untuk kecewa yang kau torehkan, untuk hadiah perselingkuhan yang kau berikan, juga untuk setiap pengakuanmu yang dalam, aku ingin mengatakan bahwa, kematianmu tak mengubah apapun. hatiku masih tetap sama. sakitnyapun masih tetap sama. Dan rasa sayangkupun masih tetap sama, meski tak sedalam dulu, ketika tak ada orang lain dalam hidupmu yang membuatku terhempas.

No comments:

Post a Comment