Wednesday, January 30, 2019

The Opposite of Love is Not Hurts, But The Diffrences. (9/100)

dari google
Ada masa dimana seseorang yang begitu berarti dalam hidup kita pergi meninggalkan kita seorang diri. Ada masa seseorang itu kembali lagi walau seringnya itu terjadi karena ketidak sengajaan. Entah ia kembali karena di takdirkan untuk kembali. Entah Tuhan yang membawanya kembali. Atau mungkin karena setengah hatinya masih menyimpan dengan baik nama kita di dalamnya. Entahlah, tidak ada yang tahu seperti apa cara kerja alam semesta ini untuk kita.

Cinta kadang menyakitkan begitupun hidup. Saat kita berada di titik terbawah mereka seolah berkonspirasi untuk terus membuat kita berkelut dengan masalah. Satu persatu kekuatan kita dipertanyakan, dimulai dengan kepergian dia yang begitu berarti, disusul dengan kehilangan separuh jiwa yang lain, lantas masalah yang datang bertubi-tubi seolah tak ada jeda untuk berhenti.

Kadang, adakalanya kita bertanya "Hidup mengapa seperti ini?"

Kita coba untuk melempar masa lalu di belakang, bersama dengan setiap kenangan yang  sepenuhnya ingin jauh kita lupakan. Tapi nyatanya itu tidak semudah kedengarannya. Tak semudah permintaan yang terlontar "dont leave me". Permintaan yang nyatanya ia abaikan. Dan sedetik kemudian ia pergi dengan membawa passport di tangan juga satu koper penuh berisi pakaian. Tidak ada ucapan selamat tinggal. Tidak ada permintaan maaf. Tidak ada! Semuanya berlalu, bahkan permintaan lain untuk tetap menjalin hubungan sebagai sahabat sama sekali tidak ia indahkan.

Kita berpikir dialah satu-satunya orang yang akan mendampingi kita di saat-saat terburuk dalam hidup setelah perjalanan panjang yang telah kita lalui bersama. Kita berpikir inilah cinta yang semestinya tanpa prahara. Tapi nyatanya cinta adalah cinta, seperti kata dia. Dan kita terluka di dalamnya!

Untuk sejenak kita mendapati diri kita belajar melupakan masa lalu, belajar untuk tidak menyalahkan diri sendiri atau keputusannya, namun nyatanya kita tahu bahwa "love hurts" kita tahu bahwa "life it hurts"  dan kita terjebak di dalamnya. Kita tidak bisa menguasai diri. Kita tidak bisa untuk menerima bahwa "Love is Pain"

"The opposite of love is not hate, but the differences."

Tidak pernah ada benci di hati kita untuk ini, sebuah pelajaran yang bersamanya kita petik banyak pengalaman. Bahwa kehilangan di tengah kehancuran tidak berarti cinta itu ikut hilang. Kebalikannya rasa itu justru semakin tumbuh dan semakin mendewasakan. Karena di tengah kita tak ada benci, melainkan perbedaan kita dalam memaknai apa yang tengah menimpa kita di masa yang lalu, "we suck!" Ya, itu sepenuhnya benar! Dan untuk itu kita dapat belajar bahwa sepenuhnya tidak ada cinta yang salah. Maka jangan pernah menyesal atas pertemuan kita di masa yang lalu. Jangan pernah menyesal atas pertemuan kita kembali, karena percaya atau tidak Tuhan punya rencana lain untuk kita.

Keputusan dia pergi di saat terburuk dalam hidup kita memang tidak akan pernah bisa dimaafkan, namun melupakan semua yang pernah kita lakukan bersama itu juga tidak mudah. Karena di hati kita masih ada rasa yang bahkan tetap sama.

"i've ruined my life now, twice... over you! so, what's the end game here?"

Kadang, pertanyaan itu muncul kembali di dalam setiap memoar masa silam. Kita mempertanyakan akhir dari sebuah perjalanan yang berhasil kita lalui bersama, perjalanan penuh pertengkaran, perjalanan yang seringnya tak sejalan, dan perjalanan yang mana ada senyum serta pertengkaran di dalamnya. Ada saat pertanyaan mudah sekalipun tak mudah untuk dicerna, tak mudah untuk di mengerti apa sesungguhnya makna yang tersembunyi disana, sampai akhirnya kita tahu bahwa jawaban yang sesungguhnya adalah sebuah kejujuran. Kita sadar bahwa kita tidak ingin kehilangan setiap bagian yang lain, namun ada kalanya kasih sayang itu sulit untuk di ungkapkan sampai salah satu di antara kita mengambil keputusan dan satu yang lain menyesali setiap bagian yang terlewatkan.

Jika kita masih di beri kesempatan, apa yang ingin kita lakukan?

No comments:

Post a Comment